Lihat ke Halaman Asli

Obrolan Bulan Purnama

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Slamet akhirnya bisa menemukan Nyi Wulan setelah melewati beberapa rintangan: air terjun, jurang, gua, dan sungai. Ia pun sempat terpeleset dari tebing saat menuruni bukit dan akhirnya terjatuh hingga ke sungai. Di dekat ujung sungai itulah rumah Nyi Wulan. Rumah Nyi Wulan mudah terlihat karena di depannya ada halaman yang lumayan luas untuk menjemur dedaunan yang akan digunakan sebagai obat-obatan dan dijual kepada orang-orang. Jika malam purnama tiba, banyak anak-anak beserta keluarganya keluar rumah dan bergembira dengan datangnya bulan purnama. Siang itu, Slamet sampai di rumahnya dan beberapa kerabat Nyi Wulan menyambut kedatangannya dengan ramah.

Slamet dipersilahkan masuk oleh cucu Nyi Wulan ke dalam rumah. Tak lama kemudian Nyi Wulan bersama anaknya menemui Slamet. Nyi Wulan mudah bergaul dengan orang-orang walaupun orang asing, termasuk Slamet karena ia pertama kali datang ke tempat tersebut.. Slamet mudah merasa akrab dan nyaman di sana. Slamet diizinkan tinggal di sana selama yang ia inginkan sampai mendapat pengetahuan -serta pengalaman jika memungkinkan- tentang bulan purnama dari Nyi wulan. Ia ingin menghabiskan malam-malam yang panjang di sana. “Malam-malam yang aku lewati kelihatannya akan menjadi indah di suatu waktu” gumamnya dalam senyum saat selesai membersihkan kamar yang disediakannya untuk tinggal sementara.

Malam datang disambut oleh hangatnya bakar api unggun oleh cucu-cucu Nyi Wulan. Cucu Nyi Wulan kurang lebih berjumlah lima belas sedangkan anaknya berjumlah tujuh tapi yang telah berkeluarga ada lima. Slamet ikut senang melihat senyum Nyi Wulan saat bersama cucu-cucunya, seolah umurnya yang delapan pulah tahun berkurang jadi lima puluh tahun. Slamet mengawali perbincangannya dengan obrolan tentang jumlah keluarga. Semakin malam perbincangan Slamet dan Nyi Wulan semakin mengarah tentang bulan purnama. Slamet perlahan mulai memperdalam perbincangannya.

Slamet: “Nyi, Apa sih bulan purnama itu ?”

Nyi Wulan: “Bulan Purnama, sebuah nama bagi benda bulat cantik yang bersinar dengan hangat dalam kegelapan malam di antara bintang-bintang yang tenang”

Slamet: “Apa yang menarik dari bulan purnama, Nyi ?”

Nyi Wulan: “Banyak hal yang berawal dari sedikit ketertarikanku dengannya. Awalnya aku hanya tertarik karena dia muncul setiap hampir tiga puluh malam di malam yang ke-lima belas. Namun perlahan aku mulai merasakan dan menyukai keberadaannya”

Slamet: “Sejak kapan anda suka melihat atau suka ketika datang bulan purnama ?”

Nyi Wulan: “Sejak aku tahu bahwa ternyata malam itu tak selalu hanya dihiasi gemerlap bintang dan diselimuti awan. Semasa aku kecil dulu, aku riang gembira bermain-main menyambut saat bulan purnama datang”

Slamet: “Apa yang menyebabkan anda suka dengan bulan purnama ?”

Nyi Wulan: “Banyak hal yang membuatku suka. Namun, aku paling suka saat melihatnya utuh lingkaran penuh, tanpa terhalang awan ataupun yang lain. Pada intinya, kesetiaannya; Walau ia tak datang sepenuhnya setiap malam namun ia selalu berusaha menemani malam dan akhirnya usahanya berwujud sangat indah walau hanya semalam dan aku selalu berusaha tak melewatkan saat indah itu”

Slamet: “Hmm… Nyi, seberapa berarti bulan purnama bagi anda ?”

Nyi Wulan: “Iya, ia sangat berarti bagi hudupku. Banyak sekali curahan hatiku kepadanya. Seolah ia adalah teman setiaku di malam saat sepi, terutama saat aku lelah mendengar ocehan dan bualan manusia serta saat mereka sudah terlelap dalam tidur”

-Bersambung..-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline