Lihat ke Halaman Asli

Kritik Yes, Solusi No!

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13518862631266842978

[caption id="attachment_214416" align="aligncenter" width="448" caption="cover yang menggoda"][/caption]

Judul      : Kritik Tanpa Solusi (Memoar Anomali dan Teologi Zaman)

Penulis    : M Abdullah Badri

Penerbit  : Diroz Pustaka, Semarang

Tebal      : xii+392 halaman

Ukuran   : 16 x 23,5 cm ISBN      : 978-602-77010-6-9 Cetakan  : I, Oktober 2012 Harga     : Rp. 129.600,- (Diskon promo 30% jadi Rp. 91.000,-) SINOPSIS: Setiap ada kritik, tuntutan untuk dibarengi dengan solusi selalu datang. Seakan, ruang dan waktu antara kritik dan solusi tidak boleh terpisah. Padahal, untuk menyusun solusi dibutuhkan proses panjang yang meniscayakan adanya tawar-menawar masalah. Ini berbeda dengan proses mengkritik. Kritik berawal dari sebuah kegelisahan pribadi atas parsialitas masalah yang lebih luas. Gagasan dalam kritik merupakan cerminan pribadi. Jika itu diterima dan diterapkan, belum tentu diterima masyarakat luas. Mengkritik tidak butuh musyawarah, sementara solusi, butuh, karena berbenturan dengan kepentingan-kepentingan. Kritik tak serta merta harus dibarengi dengan solusi. Ruang dan waktu antara lontaran kritik dan solusi yang dilahirkan tidak selalu berbarengan. Banyak orang kesulitan memberikan solusi, namun banyak pula yang lebih sulit memberikan kritik. Kritik itu cahaya. Mengkritik tanpa solusi bukan berarti membangkang. Ia adalah pengabdian. Matinya tukang kritik, petanda kosong progresifitas. Ada kritik, ada kegelisahan peradaban. Indonesia menjadi bangsa yang cengeng karena mudah menghardik kritik. Lebih fokus kepada solusi daripada fokus ke masalah, itu baik, namun tanpa menguliti masalah dengan kritik, solusi hanya salep kesembuhan sementara. Dengan demikian, menuntut solusi dalam setiap kritik sama halnya menjerumuskan diri dalam masalah yang lebih rumit karena belum tentu keinginan pribadi yang tercermin dalam gagasan kritik mencakup masalah bersama. Kritik yang demikian bukan membawa kemajuan (konstruktif), namun kemunduran (destruktif). Buku ini menggelisahkan nalar intelektual Anda atas problem-problem yang mungkin jarang dipikirkan banyak orang. Problem diangkat penulis untuk diwacanakan, yang, pada perkembangan selanjutnya, terserah pembaca menginterpretasi. Dosa besar bila Anda hanya membaca sinopsisnya. Ini karya yang bukan saja penting, namun sangar dan menggelitik. Efek samping membaca buku ini: + Menaikkan gairah menulis ke media massa dan penulis tidak pernah mau bertanggungjawab atas itu. + Mudah memunculkan ide kritis, kreatif, tapi belum tentu benar. + Penulis menjamin, jika telah membaca keseluruhan buku ini belum juga punya gagasan menulis keren, maka, bakar saja bukunya, dan jangan dibaca lagi. + Mudah marah melihat praktik kebathilan di depan mata. Ada yang bilang, Kritik Tanpa Solusi itu kata lain dari "mengamuk". Keterangan: + Buku ini cukup tebal, jadi, bisa dijadikan bantal. + Buku ini tanpa pengantar, indeks, dan catatan referensi, tapi ilmiah, ya juga ngepop. Buku ini disusun karena penulisnya, konon, keramat, dan dijamin bakal habis terjual 3 bulan. + Cocok buat dosen, guru, aktivis persma, sastrawan, penulis lepas. Pembaca malas membaca, dilarang beli buku "sangar" ini. JADI, PERTIMBANGKANLAH UNTUK MEMBACA SEBELUM YAKIN DAPAT MENGINSPIRASI. Selengkapnya di sini..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline