Lihat ke Halaman Asli

ayub badrin

Ayub Badrin seorang jurnalis

Melihat Studio Kosambi Merayakan Kemerdekaan

Diperbarui: 19 Agustus 2020   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi


Ibu Marissa dan Lagu Butet Membuat Terhenyak

Apakah mudah mengajak keluarga untuk ikut mencintai seni? Tentu saja tidak mudah.  Apalagi jika mereka tidak mempunyai jiwa seni.  Tetapi pemandangan yang membuat kita haru biru justru terjadi pada keluarga Tsi Taura.  Pada acara Gebyar Kemerdekaan kemarin,  Senin (17/8) di rumahnya yang juga menjadi studio tersebut. Studio Kosambi namanya.

Kita seperti menyaksikan sebuah harmony yang begitu menguras rasa dan nilai kemanusiaan kita.  Mengapa justru di tengah hiruk pikuk wabah Corona,  sebuah keluarga justru merayakan kemerdekaan negeri ini,  Indonesia.  Ini harusnya menjadi catatan kebudayaan yang begitu penting, di negeri ini.

Marissa adalah istri penyair kondang Tsi Taura. Pada acara yang berkaitan dengan acara 7,5 Jam Merayakan Kemerdekaan Dari Aceh - Papua, Ibu Marissa dan anak perempuannya,  Dewi Rara,  tampil menawan dan membuat jantung kita berdebar kencang.  Bagaimana tidak Marissa yang mampu mengawal sang suami menapaki jenjang karier sebagai seorang jaksa,  mampu menghipnotis penonton dengan lagu Butet.

Lagu Butet tentu saja, sangat akrab di telinga masyarakat Sumatera Utara,  tetapi lagu ini mungkin saja sudah tidak dikenal oleh anak millenial.  Mungkin saja banyak orang juga sudah melupakannya,  tapi Ibu Marissa justru menyanyikannya, ditemani Dewi putrinya yang hanya tidur dipangkuan.  Tetapi adegan itu tentu saja tidak dibaca dengan linier. Ia mengisahkan berbagai peristiwa kehidupan yang mungkin merupakan kenangan yang tak terlupakan.

Melihat Ibu Marissa tampil begitu, runtuh segala ilmu dan nilai-nilai di dalam kesenian.  Kita sudah tidak butuh artistik,  tidak butuh komposisi, tidak butuh suara merdu,  tetapi bagaimana naluri kita disentuh oleh sebuah semangat menyambut kemerdekaan bangsa ini.  Sebagai istri seorang pejabat tinggi di negeri ini,  itulah pencapaian yang paling manusiawi.

Ibu Marissa tidak muluk-muluk.  Dia tampil membawakan 3 lagu-lagu perjuangan dan kebangsaan.  Dia tampil justru di saat suaminya membaca puisi.  Lagu Butet tentu saja menggiring kita kepada masa-masa perjuangan. Bercerita tentang,  seorang pejuang yang akan pergi berperang dan meninggalkan anak gadisnya.

Suara Ibu Marissa tidak bisa dikatakan jelek.  Meski dia juga bukan seorang penyanyi.  Tetapi ini adalah sebuah semangat,  sebuah dedikasi terhadap kesenian yang tentu saja tidak dapat dianggap sepele.  Ibu Marissa bagaikan sekuntum Melati di tengah kegersangan hidup yang kian sulit.  

Melihat keluarga mantan Jaksa yang peduli pada kesenian seperti ini,  kita tidak dapat membaca Indonesia.  Rasanya seperti melihat kampung yang masyarakatnya penuh kepolosan dan kejujuran.  Kita melihat senyum yang ramah yang tidak dibuat-buat.  Senyum yang tidak bertopeng kepalsuan.  Kita melihat wajah-wajah yang jika menyuguhkan singkong goreng terasa gurihnya,  karena benar-benar menggoreng dengan cinta kasih.

Kebudayaan Indonesia benar-benar hidup di rumah ini.  Kita seperti mendapat kegairahan baru.  Kegairan bersama-sama untuk menghidupkan kembali api kesusastraan,  api teater,  api seni rupa dan kebudayaan yang kian sakit ini menjadi energi yang hidup dan penuh daya cipta.

Sebuah kerja yang luar biasa dan tidak mudah tentunya.  Seperti mengangkat batang terendam.  Tsi Taura pastilah akan basah kuyup,  akan masuk angin jika,  tanpa dorongan yang luar biasa dari Ibu Marissa.  Bukan saja tampil menyanyikan lagu-lagu,  tetapi juga mengurusi segala konsumsi.  Sungguh bukan kerja yang main-main.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline