Lihat ke Halaman Asli

ayub badrin

Ayub Badrin seorang jurnalis

Hujan Terik

Diperbarui: 12 Desember 2018   05:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saat aku membaca tentang hujan, aku masih di kamar mandi.
Saat itu hujan bukan lagi cerita tentang sepatu, tetapi telah menjadi kasur dan
bantal, sabun mandi dan odol gigi.

Lalu kemana perginya gerimis dan buliran air yang beranak pinak dalam jerangan secangkir kopi pagi?
Ah begitu sulit untuk melupakan kisah tentang rambut yang basah, sebab hujan tak ingin pulang
Awan telah berkeluh kesah, mereka ingkar janji, hoax di mana mana

Aku belum paham tentang hujan tadi malam. Mengapa aromanya begitu puitis, tetapi Matahari tak menyapa pagi, dan Bulan kedinginan.

Ini negeri milik siapa? Ada orang membakar hujan. Ada orang berteriak pada sepi. Ada orang mengawini malam. Ada orang menipu resahnya sendiri.

Kami ini hujan yang kemarin. Belum lagi kering kepala kami, mengapa terus ada amuk di mata mu, mengapa tak ada hujan??

Medan, 23 Oktober 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline