Lihat ke Halaman Asli

Amnesia Sejarah dan Pelacuran Idealisme (Refleksi Sumpah Pemuda)

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini tanggal 28 Oktober 2012 adalah hari dimana selama 84 tahun selalu diperingati sebagai hari SUMPAH PEMUDA,dan juga merupakan peristiwa monumental bagi pergerakan nasional yang dikemudian hari menjadi catatan sejarah dan bukti otentik lahirnya sebuah bangsa yang bernama Indonesia. Proses kelahiran SUMPAH PEMUDA merupakan buah termanis dari rangkaian perjuangan rakyat pribumi dalam melepaskan diri dari cengkraman aneka bentuk penjajahan kolonialis. SUMPAH PEMUDA juga merupakan sebuah komitmen yang wajib di pegang oleh semua lapisan masyarakat Indonesia, sadar ataupun tidak SUMPAH PEMUDA yang dirumuskan bung Muhammad Yamin yang di sodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato dalam kongres Pemuda kedua, yang Bung Yamin katakan sebagai een eleganter formulering voor de resolutie yang serta merta disetujui oleh semua pihak.

Inilah rangkaian kata-kata mutiara yang menjadi barisan-barisan kalimat elegan tersebut :

Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Sungguh sebuah formula yang singkat, sederhana namun dapat menyentuh setiap akar pemikiran yang sangat digandrungi yaitu bersatunya sebuah bangsa yang heterogen, majemuk yang sangat mustahil terjadi apabila semangat untuk bergerak maju tidak ada, inilah sebuah pelajaran penting yang seharusnya kita pelajari dan kita pahami sekarang.

84 tahun berlalu dan 84 tahun pula hiruk pikuk perjalanan sejarah bangsa Indonesia mengalir dengan berbagai fenomena serta berbagai intrik yang menghiasi didalamnya setelah SUMPAH PEMUDA berkumandang. Saya sempat menulis sebuah puisi untuk merefleksikan pikiran saya dan pandangan saya terhadap kondisi kekinian barisan pemuda-pemudi saat ini.

Dibalik semangat api yang membakar realita

Diantara dinginnya es yang membekukan logika

Terselip cerita dari sebuah legenda

Menggores luka sebuah negara yang sedang tersiksa

Sang pemuda yang main wajah bersandiwara

Sang pemudi yang terlena bertopeng sebuah cerita sinema

Lupa sumpah

Lupa janji

Lupa jatidiri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline