Lihat ke Halaman Asli

Badiyo

Blogger, Content Creator

Sidang MKD dan Runtuhnya Kepercayaan Rakyat

Diperbarui: 16 Desember 2015   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut informasi hari ini, Rabu (16/12/2015), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan bersidang untuk menyimpulkan dan memutuskan kasus pelanggaran etika yang dituduhkan kepada SN yang kebetulan menjabat sebagai Ketua DPR RI. MKD telah melakukan persidangan empa kali. Pertama menghadirkan SS sebagai pengadu, kedua MS sebagai saksi dan ketiga menyidang SN seagai teradu. Sidang keempat memanggil LBP sebagai saksi. Sedianya MKD juga memanggil pengusaha RC sebagai saksi namun yang bersangkutan tidak hadir untuk memenuhi panggilan tersebut.

Dari empat kali persidangan, masyarakat bisa menilai sejauh mana integritas, kredibilitas dan independensi para hakim MKD. Ada 17 anggota MKD yang mewakili partai-partai politik yang ada di DPR. Dari sejumlah anggota MKD itu, ada yang kredibel, independen dan berintegritas. Namun sebagian lain terlihat dengan jelas tidak netral dan melakukan pembelaan terhada SN. Maka masyarakat pun tidak bisa berharap banyak pada MKD untuk bisa menghasilkan keputusan yang adil.

Padahal kasus yang menyangkut SN adalah persoalan pelanggaran etika. Dimulai dari pertanyaan, “Apakah etis atau pantaskan seorang Ketua DPR (SN) ditemani seorang pengusaan melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur sebuah perusahaan Multi Nasional PTFI dan membicaraan perpanjangan kontrak serta meminta bagian saham dengan mengatasnamakan (mencatut) Presiden dan Wakil Presiden dari perusahaan tersebut?

Jika memperhatikan persidangan yang telah dilangsungkan maka sudah jelas dan terang benderang bahwa ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh SN. Dalam persidangan, saksi MS telah membenarkan bahwa ada pertemuan itu yang terjadi pada tanggal 8 Juni 2015 di Rizt-Carlton Hotel - Jakarta. Inisiator pertemuan itu adalah pengusaha RC yang sayangnya tidak memenuhi panggilan MKD bahkan hingga kini tak tahu di mana rimbanya.

Pelanggaran etik memang sesederhana itu. Jadi etika itu sebenarnya soal hati nurani. Jika sebuah tindakan itu dirasa tidak pantas dan tidak sesauai hati nurani, maka tindakan itu bisa dikatakan melanggar etik. Namun demikian orang-orang pintar di MKD itu berputar-putar dan bermanuver yang ujungnya adalah membela SN. Jika MKD mengabaikan hati nurani dan tetap bermanuver demi menyelamatan koleganya, maka runtuhlah kepercayaan rakyat.

Jika rakyat sudah tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan dan diputuskan MKD, maka hal itu akan berdampak buruk kepada DPR secara keseluruhan. Meski MKD itu adalah cuma alat kelengkapan atau bagian dari DPR, namun citra negatif MKD otomatis akan berimbas juga pada DPR. Rakyat tidak akan lagi mepercayai Lembaga Negara yang bernama DPR. Bagaimana mau percaya kalau lembaga itu berisi orang-orang yang tidak lagi mampu melihat kebenaran dan mengesampingkan hati nurani? Bagaimana rakyat mau percaya kalau mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya dibanding kepentingan rakyat, bangsa dan negara?

Sumber Foto: tribunnews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline