Lihat ke Halaman Asli

Herman Wahyudhi

PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

No Pork, No Lard, dan Halal

Diperbarui: 9 April 2021   12:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

No Pork No Lard (gambar : 123rf.com)

Banyak kita jumpai di rumah makan atau restoran dengan istilah No Pork, No Lard, dan Halal.   Biasanya rumah makan atau restoran yang mencantumkan No Pork dan No Lard, belum mempunyai label Halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).  Sebenarnya apa sih bedanya dari ketiga istilah tersebut?

No Pork

No Pork bukan No Park ya... No Pork tentu saja artinya tidak mengandung daging babi. Bagi umat muslim sudah jelas-jelas bahwa daging babi adalah haram hukumnya.  Hal ini berdasarkan surat Al Baqoroh ayat 173, surat Al-Maidh ayat 3, surat Al-An'aam ayat 145, dan surat An Nahl ayah 115. 

adahal di Arab Saudi sendiri sejak jaman Nabi Ibrahim hingga Nabi Muhammad tak ditemukan babi di lingkungan hidup mereka sehari-hari Umat yahudi yang ada saat itu pun tidak mengomsusi babi.

Satu-satunya kabilah Arab yang memelihara babi adalah Bani Taghlib, yakni sebuah pecahan dari Bani Bakar bin Wail, keturunan dari Robi'ah. Kabilah ini memang bukan muslim tetapi nasrani.Namun umat muslim saat itu patuh untuk tidak mengkonsumsi babi meskipun mereka sendiri belum pernah melihat babi.

No Lard

Artinya tidak mengandung lemak babi. Lemak babi banyak digunakan untuk membuat masakan menjadi lebih enak. Penulis pernah mengalami kejadian memakan lard tanpa sengaja.

Waktu itu sedang ada penugasan di kota Denpasar, Bali. Hotel-hotel saat itu banyak yang penuh karena bertepatan dengan pelaksaan Asia Beach Games. Nah, dapat hotel kecil dan bersih di daerah Kuta. Sayangnya di hotel ini tidak ada restoran. Untuk membeli makan harus berjalan kaki lumayan jauh ke depan.

Berhubungan di hotel kecil, penulis dan beberapa rekan kantor meminta bantuan office boy hotel untuk membelikan nasi goreng dan mie goreng di rumah makan dekat situ. Tak lama pesanan makanan pun datang dalam beberapa bungkusan. Kami pun makan dengan lahap karena memang pada dasarnya sudah lapar. 

Tapi setelah selesai makan, ada perasaan aneh di mulut. Rasa minyak itu agak beda dari biasanya. Seorang rekan yang non muslim mengatakan bahwa makanan tersebut menggunakan minyak babi. 

"Aku biasa menyatapkan makanan yang digoreng dengan minyak babi."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline