Lihat ke Halaman Asli

Herman Wahyudhi

PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

E-learning bersama HarukaEdu Menuju Masa Depan yang Lebih Baik

Diperbarui: 3 Juni 2016   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina.   Pepatah tersebut sudah berabad-abad disampaikan.   Namun sepertinya saat ini mulai memudar dengan semaki majunya teknologi komunikasi khususnya internet.   

Menuntut ilmu tak perlu lagi untuk pergi jauh-jauh ke Cina.  Dahulu orangtua kita harus kuliah jauh keluaraga dan hidup di negeri seberang.   Tak punya sanak famili. Kadang pekerjaan dan keluarga harus ditinggalkan.

Saya memang sudah selesai kuliah sarjana di Depok dan pasca sarjana di Bandung.  Semua saya tempuh dengan perjuangan.   Kuliah di Depok, saya harus kos dan berpisah dengan kedua orangtua yang tinggal di Bandung.   Paling bertemu mereka sebulan sekali bahkan lebih karena dulu belum ada tol Cipularang.  Perjuangan naik bus dari Terminal Kampung Rambutan ke Bandung harus lewat Ciawi, Puncak, Cianjur, dan Padalarang.   Jalannya berkelok-kelok dan sempit.   Berangkat pagi hari, sampai di Bandung sudah tengah malam.  Cape banget…..

Sedangkan kuliah pasca sarjana di Bandung saat saya sudah bekerja di sebuah kementerian di Jakarta.  Kebetulan saya dapat beasiswa di Institut Teknologi Bandung.   Kuliahnya memang khusus Jum’at dan Sabtu.  Sehingga saya hanya ijin belajar dan bolos kerja di hari Jum’at (sedangkan tugas belajar harus full kuliah dan meninggalkan tugas-tugas kantor).   Paling repot saat menyelesaikan tugas akhir.    Janjian untuk asistensi Sabtu pagi, saya subuh sudah nongkrong di travel di daerah  Islamic Tangerang.   Berangkat dengan kendaraan paling pagi.  Sampai di ITB, saya mengirim sms kepada dosen pembimbing. 

Pak saya sudah di kampus.  Siap untuk asistensi jam 9.

Tak lama kemudian ada sms balasan :

Maaf Mas Herman, saya ada undangan mendadak sehingga pagi ini harus ke Jakarta.  Asistensi kita tunda minggu depan saja.

Gubrak, apa tidak kesal tuh.  Saya ke Bandung…eh, dosen pembimbing malah ke Jakarta.  Tidak kompak nih.   Ya sudah kalau begitu.   Sudah di Bandung ya saya jalan-jalan ke Kebun Binatang yang dekat dengan kampus atau jalan-jalan cari baju di factory oulet di jalan Riau.  Padahal saya masih kangen bermain dengan anak kami yang masih berusia enam bulan.  Lagi lucu-lucunya.  Demi karir, Nak.

Nah kalau sekarang saya downgrade alias kuliah sarjana lagi.   Tujuannya agar sesuai dengan bidang pekerjaan di kantor.   Saya memilih mengikuti Program Perkuliahan Karyawan (P2K) di sebuah universitas di kawasan Cempaka Putih.  Kuliahnya malam hari (seusai jam kantor) dan hari Sabtu.    Jauh lho dari Tangerang, butuh dua jam perjalanan ke sana.  Apalagi saya naik kendaraan umum harus ganti kendaraan dan dilanjutkan dengan berjalan kaki ke kampus.  Sudah pasti kaki ini pegal-pegal.

Belum lagi kalau harus dinas luar kota, terpaksa tidak bisa mengikuti kegiatan perkuliahan.  Apalagi salah satu syarat untuk lulus adalah mengikuti perkuliahan minimal 50 persen.  Karena sering bolos, akibatnya saya harus mengulang mata kuliah tersebut.  Maka tak heran kalau kuliah saya molor.

Demikian pula kalau pulang kampus.  Jam 10 malam masih perjuangan mencari-cari bus menuju Tangerang.   Kalau pun ada bus berjalan pelan karena ngetem dulu cari penumpang.  “Bang tarik Bang!  Sudah lama ngetem nih!”protes saya dan beberapa penumpang lain.  Eh, si supir pura-pura tidak dengar atau memang budek ya?   Kuliah yang betul-betul menguras tenaga.  Sampai di rumah isteri dan anak-anak sudah tidur.     Hari Minggu anak-anak mengajak jalan ke mall, saya-nya KO.  Maaf Nak, Papa cape.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline