Salak, Turi, dan Merapi. Tiga kata yang saya dengar sesorean kemarin. Bukan hal baru memang menikmati salak dari Turi di lereng Merapi, tapi suatu hal yang benar-benar baru bagi saya: mengemas salak dari Turi yang notabene salah satu lokasi yang terkena dampak Merapi. Namanya Srigunting, perpustakaan kecil di daerah Nandan. Namanya Mbak Dian, istri dari pemilik Srigunting yang aktif membeli salak-salak dari petani salak Turi. Petani-petani salak itu sendiri, konon kabarnya, telah kembali ke Turi setelah beberapa minggu tinggal di barak pengungsian. Mbak Dian membeli salak-salak dari petani Turi yang mengungsi di SD/SMP Karitas di daerah Nandan. Entah dengan niat apa, Mb Diah membeli salak-salak berabu vulkanik tersebut dan mengajak beberapa tetangga, juga beberapa volunteer Srigunting (termasuk saya), untuk bahu-membahu menyulap salak berabu menjadi salak yang layak makan. Jangan dibayangkan prosesnya sulit dan memakan banyak waktu. Justru, prosesnya singkat hingga terpekik kalimat keterkejutan dari volunteer pembersih abu, “Wogh, kok cepet timen ya!“ Beberapa orang memilih salak – menyisihkan yang busuk, mengambil yang baik-, menggosok salak-salak, memasukkan salak-salak ke kantong kuning, mengikat salak dengan kawat, menyelotip ikatan, dan memberi label… “Rintihan Salak Merapi”.
Kata Mbak Dian, salak-salak yang layak makan ini akan dikirim ke Jakarta dan Bandung. Para konsumennya adalah para manusia yang tergabung dalam beberapa komunitas, bukan melalui supermarket dan market2 yang lain. Mbak Dian tidak menjelaskan komunitas apa itu. Satu lagi, Mbak Diah juga tidak mengetahui berapa harga satu tas keranjang salak pondoh Turi. Hmm…. saya menarik sesuatu. Masih ada senyum dibalik bencana. Benar. Walaupun saya tidak melihat secara langsung senyum petani-petani salak Turi itu, tetapi saya yakin mereka tersenyum. Bukan hanya senyum fatis khas orang Jawa, tetapi juga senyum ceria seperti ketika kita berucap Alhamdulillah. Tuhan masih bersama mereka. Hmm… Terlepas dari senyum petani salak yang imajinatif bagi saya, saya melihat langsung: senyum lain >> senyum2 para tetangga Mbak Dian yang bahu-membahu mengemas salak hingga layak makan. Senyum seperti ketika kita berucap Alhamdulillah setelah kita tahu bahwa kita bisa menikmati makanan malam nanti
. Benar-benar… selalu ada senyum dibalik bencana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H