Lihat ke Halaman Asli

Etos Kerja Pekerja di Jepang, Aset Bangsa yang Luar Biasa

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_161130" align="alignleft" width="201" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock.com)"][/caption] Tiga kali saya mengunjungi Jepang. Yang pertama tahun 1980, saat masih mahasiswa. Yang kali ke dua dan ke tiga, sekitar beberapa tahun belakangan ini. Tidak ada yang berubah. Setidaknya itu yang saya rasakan, alami dan amati. Maksud saya menyangkut perilaku para pekerjanya. Saat ke Jepang di tahun 1980  saya diajak mengunjungi pabrik mobil Nissan. Saat itu saya lihat mobil-mobil diproduksi dengan menggunakan banyak tenaga robot, sehingga jumlah pekerja manusianya tidak terlalu banyak. Yang menarik perhatian saya sebagai anak muda saat itu adalah perilaku pekerjanya. Tidak ada yang tampak ngobrol sambil bekerja. Apalagi sembari ngrokok..! Semua tampak begitu menekuni pekerjaan dengan cermat, fokus, dan sunguh-sungguh. Namun saat disapa, dengan senang hati dan semangat, mereka menjawab dengan tampak penuh kebanggaan akan profesi/pekerjaan mereka. Seolah pekerjaan mereka adalah sesuatu yang sangat mereka hormati dan banggakan. Yang tentunya jadi tidak mungkin mereka perlakukan sembarangan atau seenaknya. Begitu juga ketika saya berkunjung ke sebuah toko di kota kecil, Shimoda. Penjaganya melayani dengan sangat ramah, sunguh-sungguh dan berusaha sekuat tenaga membantu saya mendapatkan keinginan saya. Sama sekali tidak saya lihat raut acuh, jengkel atau malas. Sebaliknya, senyum mereka selalu terkembang selama saya di toko. Padahal komunikasi kami terbatas karena kami hanya saling berbahasa Tarzan! Seolah bekerja/melayani adalah kesenangan dan kehormatan mereka.  Hal yang sama saya lihat ketika mengantar seorang teman ke sebuah rumah untuk belajar Ikebana (seni merangkai bunga ala Jepang). Sang guru yang seorang ibu ayu setengah baya menyambut kami dengan ramah dan sikap rendah hati yang sangat welcoming. Dengan banyak memakai senyum dan bahasa Tarzan pula ia mengajar teman saya. Saat saling tidak paham, kami biasanya jadi tertawa terbahak-bahak. Merasa geli, tapi tetap terasa berkomunikasi.  Sehingga saat pulang belanja dan belajar, kebahagiaan mendapat sambutan dan perlakuan yang tulus dan penuh kesungguhan itu sungguh sangat membekas. Pada dua kunjungan terakhir ke Jepang, saya lihat ternyata semua perilaku itu tetap sama. Apalagi setelah saya banyak berkecimpung di dunia pelatihanbagi SDM, sikap kerja mereka sangat menarik amatan saya tentunya. Contoh pertama, ketika saya masuk ke sebuah hotel berbintang 5. Kebetulan yang menyambut saya dan rombongan adalah seorang frontliner (petugas garis depan) wanita. Dengan air muka cerah dan sangat menghormati, wanita muda langsing itu membantu kami. Tanpa ragu iapun mengangkat koper saya yang besar dan cukup berat. Dengan cepat dan spontan saya melarangya karena berat. Maksud saya biar diangkat oleh petugas pria saja. Tapi dia tetap tersenyum dan mengangkat koper itu. Dia bilang : "it's ok....no problem..". Dalam hati saya kagum. Pekerja yang rajin dan tahu pentingnya memuaskan pelanggan. A dedicated worker.... Lagi, tiap saat saya di depan kasir di toko atau supermarket, saya selalu kesulitan untuk membayar dengan tepat, apalagi bila dengan uang koin. Maklum, saya sama sekali tidak hapal uang logam mereka. Karena itu, untuk gampangnya, biasanya saya menyodorkan uang-uang koin saya, lalu minta tolong mereka yang mengambil uang-uang itu dari tangan saya, sejumlah yang harus saya bayar. Selalu begitu. Dan saya pun takjub. Tidak pernah sekalipun para kasir itu merengut, jengkel atau memburu-buru saya karena saya minta tolong dan minta waktu mereka untuk mengambil dan menghitungkan uang dari tangan saya! Dengan sikap ramah, mereka selalu helpful. Luar biasa, bahkan seorang kasirpun mampu menghomati/ menghargai profesinya dan orang-orang yang harus dilayani/dibantunya! Kalau selalu begitu, siapa yang tidak merasa  nyaman ke manapun pergi atau belanja di sana? Menghormati, dan menjadi terhormat karenanya. Itu seperti sudah menjadi falsasah hidup keseharian mereka. Membungkukkan diri pada orang lain sebagai tanda penghormatan. Sudah sikap hidup spontan...sudah jadi jiwa. Demikian pula cara mereka menghormati profesi/pekerjaan dan tanggung jawab yang dipercayakan pada mereka. Kinerja yang mereka lahirkan adalah wujudan penghormatan itu, tidak peduli apapun profesi mereka. Dengan memiliki para pekerja yang rata-rata punya etos kerja sebagus itu, Jepang sebagai sebuah bangsa tentunya bisa dibilang memiliki modal yang luar biasa dalam membangun kemajuan negeri. Di bidang pariwisata misalnya, siapa yang tidak senang mengunjungi negara yang manusianya penuh penghormatan, kesantunan dan kesungguhan dalam bekerja/melayani? Di bidang industri, siapa yang tidak percaya pada kualitas produk yang digarap oleh para pekerja yang andal, tekun dan teliti? Yang tidak bekerja/melayani sambil ngobrol sendiri atau bekerja alakadarnya, asal bekerja. Lepas dari fenomena sikap anak mudanya yang kini ditengarai cenderung lebih santai, atau  tingkat bunuh diri yang tinggi di sana yang konon akibat perasaan kesepian atau  tuntutan pencapaian yang tinggi dalam masyarakat, tradisi cara hidup Jepang yang penuh kehormatan, penghormatan dan kesungguhan tetap membuahkan etos kerja yang unggul. Bisakah kita jadi seperti mereka, menghormati apapun profesi kita dengan menghadirkan kinerja unggul untuk selalu mampu menghormati dan melayani orang lain dengan prima? Kalau kesadaran bekerja adalah untuk melaksanakan sebuah ibadahNya yaitu berkarya dan berbuat banyak bagi kepentingan manusia lain, tentunya dengan senang hati kita layak menjawab bak koor : bisaaaaaaa........ Karena sesungguhnya kita memang bisa.. Note : Insya Allah, saya tidak pernah terlambat jika diundang bicara. Biasanya 30 menit sebelumnya saya sudah siap di tempat. Kalau ditanya kenapa, jawab saya cuma : karena saya menghormati profesi saya dan mereka yang telah menghormati saya dengan mengundang saya. Very simple.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline