Lihat ke Halaman Asli

Kembalikan Negeriku Padaku...

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya rakyat, tapi sering merasa bingung di negeri 'milik' saya sendiri. Saat dulu  pernah terdengar kabar bahwa di Irian, gunung milik kita (berarti juga termasuk milik saya kan..) diambili emasnya oleh negara lain, saya masih mahasiswa. Terpikir saat itu, bagaimana kontraknya ya? Saya dengar konon kontraknya adalah eksplorasi tembaga, bukan emas. Padahal mereka mengambili emas. Apakah pemerintah tahu bahwa di situ ada kandungan emas? Apakah nilai kontraknya yang pasti besar pasti sampai ke perut rakyat Indonesia ya? Adakah pejabat yang mendapat keuntungan dari proyek itu? Berbagai pertanyaan muncul karena melihat betapa masih banyaknya rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan (istilah yang banyak dimunculkan media saat itu).

Lalu, saya juga termenung  juga saat mendengar banyak pejabat (pegawai negeri, pejabat militer, dll) kala itu mampu menyekolahkan anak-anak mereka ke luar negeri. Kok mampu ya? Dana yang pasti tidak murah itu mereka dapat dari mana ya? Kerjasama dengan para pengusaha?  Jadi backing pengusaha? Saya tidak tahu.

Bertanya-tanya hati ini tiap melihat para pejabat sliwar-sliwer naik mobil-mobil mewah, terpampang kegiatan sosial mereka di majalah-majalah ternama, berpesta kawin milyaran rupiah. Bingung mendengar ada perusahaan negara yang konon dilaporkan merugi sekian triliun, padahal para pejabatnya nyata-nyata punya rumah dan mobil mewah. Juga tidak paham bagaimana banyak pejabat militer dan kepolisian bisa begitu makmur. Sangat besarkah gaji mereka sehingga mampu membeli semua itu? Kalau memang gaji para pejabat itu sanagt besar, tentunya itu indikasi kemakmuran dan keberhasilan pengelola negeri ini yang bisa menggaji besar para pejabatnya. Tapi mengapa yang makmur hanya mereka? Mengapa rakyat masih banyak yang belum tersentuh? Bahkan kabar rakyat makan nasi aking masih terdengar? Mengapa daerah kecil belum terbangun, padahal para bupatinya konon punya rumah-rumah mewah di kota-kota besar?

Kepada siapa saya harus 'mempertanyakan' tentang negeri saya ini? Kepada wakil saya yang bernama DPR? Bisakah saya bertanya dan bahkan bersandar pada mereka yang tidak saya kenal? Milih mereka pun saya tidak. Pernah saya dengar cerita dari teman tentang sebuah proyek. Saat dikunjungi DPR, mereka harus memberi sangu amplop saat para anggota dewan itu pulang. Saya tidak paham, untuk apa? Kan itu sudah tugas mereka mengawasi jalannya proyek-proyek pemerintah, dan sudah mendapat uang jalan? Konon itu sudah tradisi, dan mungkin kuatir kalau proyek itu akan dipermasalahkan. Itu pun,katanya, saat dibuka cuma sekian juta, ada yang nyeletuk..."yaa ,cuma segini...". Astaghfirullah... Lha kalau sebulan mengunjungi sekian proyek, berarti sekian kali sekian juta....wow...wow...wow!

Pasti banyak orang yang seperti saya. Tahu bahwa negeri ini begitu kaya raya dengan berbagai sumber daya alam. Konon, tidak ada satupun negara lain di bumi ini yang sekaya dan sesubur Indonesia. Bangga, sekaligus apatis. Hasil hutan ini dicuri dan dirusak banyak pihak, tapi tidak bisa apa-apa. Emas sudah puluhan tahun diambil dan diangkut ke negara lain, juga tidak punya akses untuk mempertanyakannya. Minyak dan gas bumi, diserahkan pada pengelolaan siapa saya juga buta. Batubara dan bermacam tambang lain yang nilainya juga sangat banyak, entah dikelola siapa dan apakah hasilnya betul-betul dikelola untuk kemajuan rakyat . Seandainya iya, kenapa masih banyak rakyat yang super miskin? Ke mana larinya semua hasil sumber daya negeri yang tentunya hampir semua sudah dikelola oleh negara atau oleh pihak-pihak lain atas ijin negara? Ke mana hasilnya setelah berpuluh tahun ini? Rakyat masih tetap banyak yang miskin, pendidikan tetap tidak mendapat prioritas tinggi sehingga belum melahirkan SDM yang semua berkualitas unggul, para konglomerat dan konglomerat plus (plus jadi politisi) tetap jadi raja di negeri milik orang banyak, keadilan dan kesejahteraan tetap belum merata. Yang kaya tetap pejabat dan pengusaha yang konon saling 'membantu'. Betulkah? Saya tidak tahu.

Saya rakyat. Ingin berkata 'kembalikan negeriku padaku...".Tapi ke mana dan kepada siapa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline