Lihat ke Halaman Asli

Giorgio Babo Moggi

TERVERIFIKASI

Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Gestur Politik AHY Kepada Jokowi

Diperbarui: 6 Mei 2019   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo saat menerima kunjungan AHY (Foto: Tribunnews.com)

Real Count Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum usai, tapi secara statistik publik disajikan dengan persentasi perolehan suara Jokowi-Ma'ruf yang semakin tak terkejar. Namun, kubu Prabowo-Sandiaga tetap mengklaim diri sebagai pihak yang memenangkan Pilpres 2019.  Prabowo Subianto dan para pengikutnya pun melakukan deklarasi kemenangan  beberapa kali. Tapi hal tersebut tak mengurungkan niat beberapa partai koalisinya untuk berpikir lebih realistis dengan kenyataan (hasil real count KPU).

Semakin Realistis

Deklarasi pertama, semua partai koalisi tampak kompak kecuali Sandiaga Uno yang tampak murung. Katanya ia sedang sakit perut. Entahlah. Deklarasi kedua, satu per satu partai pendukung mulai berpikir lebih realistis dan semakin waras menyikapi pengklaiman kemenangan sepihak oleh kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Begitu pun deklarasi ketiga dan seterusnya. Satu per satu partai pendukung mulai berbalik arah. PAN dan Demokrat putar haluan. Tanda-tanda pembangkangan PAN seperti diperlihatkan oleh Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, yang menemui Jokowi di istana. Sementara PKS kembali waras dan menyatakan tutup buku tagar "2019GantiPresiden" sejalan dengan semakin terang benderangnya hasil real count KPU.

Langkah Zulkifli diikuti oleh Agus Harimukti Yudoyono (AHY). Ia menemui Jokowi di istana, meskipun AHY mengaku kedatangannya atas undangan Jokowi. Topik pembicaraan pun hanya seputar kondisi politik terkini.

Pengakuan AHY bisa benar, bisa juga tidak dalam perspektif publik. Kebenaran itu ada pada keduanya, Jokowi dan AHY. Apapun kebenaran pertemuan ini, penulis memiliki pandangan tersendiri.

Sudah seperti biasa dalam panggung politik di negeri ini, tak ada musuh yang abadi, yang abadi adalah kepentingan masing-masing. Maka tak heran bila setiap akhir sebuah perhelatan Pilkada/Pilpres, partai dan politisi yang berseberangan sebelumnya akan menjadi sekutu di kemudian hari.

Gestur Politik AHY

Dengan kedatangan AHY ke istana kepresidenan memancarkan gestur politik yang tidak bisa dibaca dengan mata awam. Diperlukan insting politik untuk menebak dan menilai peristiwa atau momentum tersebut.

Lantas, apa saja gestur politik yang diperlihatkan AHY? Pertama, anjang sana AHY ke istana menemui Jokowi semakin mempertegas posisi AHY dan Demokrat pasca Pilpres 2019. Posisi AHY dan Demokrat seperti apa? Demokrat semakin realistis untuk menerima kenyataan akan kemenangan Jokowi-Ma'ruf. Lebih baik mereka segera "angkat kaki" dari BPN daripada diloroti rasionalitasnya dengan berbagai aksi yang dilakukan kubu Prabowo-Sandiaga yang irasional seperti melakukan deklarasi kemenangan dan berbagai pertemuan yang mendesak KPU untuk membatalkan hasil Pilpres 2019 serta bahkan meminta untuk mendiskualifikasi Jokow-Ma'ruf dan memenangkan Prabowo-Sandiaga.

Kedua, AHY sedang merebut hati Jokowi untuk dimasukan dalam Koalisi Indonesia Kerja. Berbeda dengan periode sebelumnya, posisi Demokrat terkesan mengambang. Tak alasan yang tepat. Menjadi jalan oposisi tidak, bagian dari koalisi pun tidak. Demokrat melalui SBY memilih bersikap netral. Periode kepemimpinan Jokowi kali ini memaksa Demokrat untuk mengambil sikap meskipun "menyakiti" Prabowo. SBY dan Demokrat cerdas merespon situasi ini demi investasi politik yang telah sedang dilakukannya, yakni regenerasi estafet kepemimpinan kepada putranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline