"Betapa pun banyaknya kata-kata yang telah dituangkan dalam lembaran-lembaran aneh ini, ternyata itu tak cukup membayar berjuta makna soal dalamnya sebuah persahabatan. Buku ini boleh selesai dibaca, matahari boleh berhenti menyala, bumi boleh meledak dan hancur berkeping-keping, jarum jam boleh berhenti berputar, Amerika Serikat boleh menguasai dunia, Indonesia boleh bebas dari korupsi dan Isrofil boleh meniupkan seruling kiamat tetapi persahabatan tak akan bisa diputus oleh segala sesuatu yang mengerikan itu."
Sedikit orang yang mau menulis kisah kehidupan semasa kuliahnya. Kehidupan itu meliputi dalam dan luar kampus. Rajutan kisah dirinya dengan dosen, mahasiswa atau masyarakat sekitarnya.
Budiyanto Dwi Prasetyo, satu dari sekian sedikit orang yang merelakan waktu untuk menulis kisah persahabatannya seperti yang sampai ke tangan pembaca dalam kemasan buku mungil Moka!Moka!Moka! -- Sebuah Cerita Tentang Seorang Sahabat.
Moka!Moka!Moka! merupakan cuplikan kisah persahabatannya dengan seorang mahasiswi di Universitas Lampung. Disebut cuplikan karena itu baru sebagian kecil kisahnya selama menempuh pendidikan di Lampung. Tentu kita berharap akan muncul kisah-kisah lain setelah "Moka!Moka!Moka!" ini.
Meskipun sebuah cuplikan, potongan-potongan kejadian tersebut merupakan satu kesatuan perisitiwa yang terajut secara utuh dan tak terlepas satu sama lain.
Saat menerima buku dari sang penulis, sesungguhnya, saya menyimpan rasa penasaran dengan judul buku ini - Moka!Moka!Moka! Satu kata yang dirangkaikan secara berulang-ulang. Tiga kali.
Bayangan kopi "mocca" pun langsung tersangkut di benak saya. Dugaan saya makin kuat mengingat sang penulis adalah penyuka kopi. Apakah benar "moka" yang dijadikan judul bukunya, ada kaitan dengan salah satu jenis produk kopi sasetan itu?
Rasa penasaran saya akan judul buku ini tak diutarakan kepada penulis. Melalui messenger, saya hanya menyampaikan pesan.
"Saya pesan satu, bro." Tulis saya segera setelah membaca postingan di halaman Facebook-nya.
Buku tersebut diantarnya ke kantor saya. Kami meet up di kantin yang terletak di basement Gedung Sasando. Budi bertemu pula Delys Abineno yang sebenarnya lebih dahulu memesan buku melalui thread status Budi di Facebook. Sejam lebih di sana. Kami duduk dan bercerita. Bernostalgia. Mengomentari usahanya untuk menerbitkan buku ini tetapi tidak sampai ke isinya.