Lihat ke Halaman Asli

Giorgio Babo Moggi

TERVERIFIKASI

Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Sudah Bekerja, Tapi Kemiskinan dan Gizi Buruk Masih Menerpa NTT?

Diperbarui: 31 Oktober 2015   14:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi iklim di Nusa Tenggara Timur berbeda dengan belahan wilayah di republik ini. Meskipun sama-sama memiliki dua musim yang sama. Musim panas dan musim hujan, tingkat curah hujan NTT lebih rendah daripada curah hujan di daerah lain.

Kondisi alam dan cuaca demikian berdampak pada sektor pertanian. Para pertani harus beradaptasi dengan pola bercocok tanam pada lahan yang minim ketersediaan air. Teknik bercocok tanam pun berbeda dengan daerah atau wilayah lain yang 'surplus' curah hujan.

[caption caption="Foto: Giorgio Babo Moggi"][/caption]Pola pertanian lahan kering lahir dari kondisi alam yang memprihatinkan ini. Perhatian pun datang dari Universitas Cendana, Politani, NGOs, pemerintah kabupaten/kota, dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Perguruan tinggi memberi perhatian pada penelitian, rekayasa teknologi, rekayasa genetika, dan pemulia-biakan terhadap tanaman varian lokal. NGO bergerak atau melalui aksi nyata pemberdayaan petani bercocok tanam pada kawasan yang minim ketersediaan air dan peningkatan SDM melalui pola pelatihan dan pendidikan kilat. Pemerintah mengambil peran dari sisi kebijakan politik, bantuan finansial dan material (bibit).

Semua pihak sudah bekerja. Tapi, pertanyaan, mengapa stigma gizi buruk, kelaparan, dan kemiskinan masih menerpa Provinsi Nusa Tenggara Timur?

Sebuah ironi memang! Semua pihak telah sedang dan terus bekerja tapi tidak atau belum memberikan hasil yang maksimal seperti NTT bebas dari gizi buruk, NTT keluar dari lingkaran kemiskinan, dan seterusnya.

Forum Diskusi Ketahanan Pangan Masyarakat di NTT yang dimotori Australia Awards ini memberikan ruang untuk mengurai persoalan, menyamakan persepsi, dan membulatkan tekad terhadap isu ketahanan pangan di NTT.

Dari diskusi sehari ini, peserta diperkaya oleh beberapa pemateri, yang sebagian besar adalah akademisi dan praktisi. Pertama, banyak sekali temuan tanaman varian lokal NTT. Umbi-umbian, pisang, kacang-kacangan memiliki banyal ragam varian. Varian unggulan lokal ini menjadi kekayaan dan keunikan NTT yang harus diselamatkan dari kepunahan. Tidak hanya itu. Tanaman ini menjadi sumber pokok pangan masyarakat NTT.

Kedua, apresiasi patut diberikan kepada para dosen Undana dan Politani yang telah memberikan curahan perhatian dan dedikasi melalui penelitian dan pengabdian masyarakat. Ternyata banyak penelitian yang terkait dengan tanaman untuk pangan lokal atau tumbuhan lokal untuk pakan ternak.

Ketiga, banyak program dan kegiatan yang digalakan LSM - lokal maupun internasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan, terakhir, pemerintah pun telah dan sedang menggalakan berbagai program pemberdayaan masyarakat. DeMam (Desa Mandiri) Anggur Merah adalah contohnya. Perak di Ngada adalah contoh lain.

Lantas, apa persoalan mendasar sehingga upaya mengentas problem kemiskinan di NTT bagaikan mengurai benang kusut? Dari diskusi ini, penulis berusaha memotret satu hal, yakni tiadanya sinergisitas dan konektivitas antara program-program yang dilakukan oleh berbagai pihak di atas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline