Lihat ke Halaman Asli

Giorgio Babo Moggi

TERVERIFIKASI

Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Golkar 'Melacur' ke Koalisi Gerindra (Partai Besar, Nyali Kecil)

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Golkar mencoba peruntungan dalam Pilpres kali ini. Sang panglima Aburizal Bakrie ke sana-kemari untuk mengetuk hati pemimpin partai, tapi hasil yang diraihnya nihil. Menjelang detik-detik akhir pendaftaran paket capres-cawapres di KPU, akhirnya Golkar (ARB) 'melacurkan' diri ke kubu koalisi yang dimotori Gerinda lalu melupakan ambisi politiknya.

Sekalipun bergabungnya Golkar ke Gerinda merupakan amanat Rapimnas Golkar, tetapi keputusan ini menunjukkan rapuhnya Golkar dalam percaturan politik nasional kali ini. Sepatutnya, sebagai partai besar, peringkat dua pada perolehan suara Pileg , Golkar harus mampu memelopori koalisi dengan partai lain. Kenyataan ARB memilih untuk berkoalisi dengan partai lain dengan syarat ia menjadi wakil calon presiden dari koalisi tersebut. PDI Perjuangan dan Gerinda pernah didekati, mereka menolak niatan politik ARB dengan syarat tersebut. Pendekatan politik pun dilakukan dengan Demokrat, tetapi ARB tidak memperoleh dukungan SBY. Jika, akhirnya, Golkar bergabung dengan Gerinda karena tidak ada posisi tawar lain - demi mengamankan 'hidden political interests' pribadi ARB dan partainya.

Keputusan Rapimnas Golkar yang menyerahkan sepenuhnya kepada ARB untuk menentukan arah politik kali ini lebih pada ungkapan kekecewaan pengurus DPD kepada ARB yang terlalu bersihkukuh untuk menjadi cawapres dalam koalisi. Padahal sosok ARB sendiri tidak 'membumi' dan cacat - tersandung berbagai kasus seperti Lapindo.

Bergabungnya Golkar merupakan tindakan yang melorotkan derajat politik partai berlambang beringin ini. Dengan hasil Pileg yang lalu sepantasnya Golkar dapat menjaring koalisi dengan partai-partai lain atau berduet dengan Demokrat. Tentu koalisi ini terbentuk dengan syarat mengusung capres yang lebih bersih dan netral. Rupanya otoriter leadership dan hasrat politik ARB jauh lebih dasyat daripada aspirasi pengurus tingkat DPD dan DPC.

Langkah politik yang diambil Golkar, yang tidak  'gentlemen' ini, menyiratkan sikap oportunis ARB dan Golkarnya. Tidak ada cara lain, ARB harus berlindung di bawah 'ketiak' partai pimpinan koalisi daripada menjadi opopisi di pemerintahan. Ini bertujuan untuk mengamankan diri dan partainya sekalipun Golkar harus menurunkan wibawa politiknya. Golkar yang dikenal berpiawai dalam gelanggang politik nasional mulai rapuh ketika nahkodanya lebih mengutamakan 'interests' pribadi daripada 'bonnum commune' yang menjadi dasar perjuangan partai politik - dengan tidak menunjukkan sikap 'plin-plan' dalam berpolitik. (gbm)***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline