Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Ariefianto

Guru Informatika SMA Negeri 3 Purwokerto

Tentang Aku dan Wacana Kurikulum Deep Learning

Diperbarui: 20 November 2024   07:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Duo Guru Pendamping Prestasi Siswa (Sumber. Dok. Kegiatan FJH)

Pendidikan selalu menjadi arena inovasi yang dinamis, dan aku sebagai salah seorang pendidik, sering kali merasa bahwa tugas ini adalah perjalanan tanpa akhir untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada para generasi penerus bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Salah satu isu yang sangat menarik belakangan ini dan sedikit mencuri perhatian adalah wacana tentang adanya kurikulum deep learning untuk satuan pendidikan. 

Deep learning, yang sebenarnya lebih sering kita kenal dalam dunia teknologi informasi sebagai cabang dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), ternyata juga bisa menjadi istilah yang relevan dalam dunia pendidikan saat ini. Dalam konteks pendidikan, deep learning merujuk kepada proses pembelajaran mendalam yang mendorong siswa untuk tidak hanya memahami konsep secara permukaan, tetapi juga menggali makna, mengaitkan pengetahuan dengan kehidupan nyata, serta mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah dengan cara-cara yang menyenangkan. 

Sebagai seorang guru informatika, aku sering merenungkan bagaimana adanya sebuah teknologi informasi yang dapat menjadi alat yang kuat untuk mendukung proses pembelajaran yang mendalam ini. Bayangkan saja, jika kurikulum deep learning benar-benar diterapkan dalam sistem pendidikan, para siswa tidak hanya sekadar belajar teori komputer, tetapi juga diajak untuk memahami bagaimana sebuah teknologi informasi dapat membantu menyelesaikan masalah dalam dunia nyata. Misalnya, bagaimana sebuah deretan algoritma dapat membantu dalam menciptakan solusi ramah lingkungan, atau bagaimana data dapat dianalisis untuk membantu pengambilan beberapa keputusan dalam bisnis atau kesehatan. 

Namun, tentu saja penerapan kurikulum ini bukan tanpa adanya tantangan. Infrastruktur sekolah, kesiapan guru, dan karakter siswa adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Aku secara pribadi merasa perlu terus belajar dan memperbarui pengetahuan dan pengalaman agar mampu mengintegrasikan pembelajaran yang relevan dan kontekstual bagi para siswa. 

Selain itu, kurikulum deep learning ini menuntut pendekatan yang lebih kolaboratif, baik antar guru, siswa, orang tua siswa maupun pihak yang terkait lainnya. Tantangan-tantangan ini sekaligus menjadi sebuah peluang untuk membuka ruang eksplorasi dan kerja sama yang lebih luas. 

Sebagai langkah awal, aku mencoba mengadopsi pendekatan deep learning di kelas dengan mengajak siswa untuk lebih banyak berdiskusi, bereksperimen, dan memecahkan masalah nyata. Misalnya, ketika belajar tentang jaringan komputer, aku mengajak mereka untuk merancang jaringan sederhana untuk lingkungan sekolah mereka sendiri. Hasilnya? Siswa terlihat lebih antusias karena mereka merasa pembelajaran itu relevan dan aplikatif. 

Wacana kurikulum deep learning ini membuatku semakin yakin bahwa pendidikan tidak hanya soal memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi juga soal mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan dunia nyata dengan cara yang kreatif dan inovatif. Bagiku, menjadi seorang pendidik adalah perjalanan untuk terus dan terus bertumbuh serta beradaptasi, dan aku bersyukur dapat menjadi bagian dari perubahan dalam dunia pendidikan ini. 

Pendampingan Siswa Prestasi (Sumber. Dok. Pribadi)

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga tertarik dengan gagasan kurikulum deep learning ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline