Lihat ke Halaman Asli

Babeh Helmi

TERVERIFIKASI

(1) Ketakutan di Malam 1 Suro

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak tahu kenapa, aku selalu merasa takut kalau melewati malam 1 suro. Mungkin karena aku pernah tidak bisa tidur akibat menonton film Malam 1 Suro yang dibintangi Suzanna itu. Suzanna yang menjadi kuntilanak, sundel bolong, berkeliaran di tengah malam. Melayang-layang, duduk di pohon, kadang sambil menangis, kadang tertawa cekikikan dengan suara khasnya itu. "Hihihihi ...."  Dan yang paling menakutkan adalah saat dia mengganggu kita dan menampakkan wajah seramnya.

Sebenarnya mungkin tidak menakutkan, tapi di film itu digambarkan kalau siapapun yang bertemu dengannya pasti akan lari terbirit-birit sambil berteriak ketakutan.  Lain halnya kalau penggambarannya adalah jika setiap orang yang ditemuinya selalu memberi perlawanan, sehingga tampak terlihat kalau kita tidak boleh takut dengan mahluk halus itu.

Tapi apa mau dikata, penampakan wajah seram, atau bahkan hanya sosoknya saja di pojok ruang, berdiri diam tanpa gerakan, dengan gaun putih panjangnya yang melambai,  tetap membuat bulu tengkuk kita merinding berdiri. Tidak banyak orang yang langsung bereaksi menjadi pemberani jika bertemu mereka. Dan ketakutan itu hampir dimiliki semua orang. Termasuk saya.

Saya ingat, saat saya getol dengan film-film hantu. Hampir semua film hantu saya tonton. Menikmati proses ketakutan dalam menonton sendirian di tengah malam. Dan entah kenapa, menonton film hantu menjadi candu bagi saya.  Saya selalu berburu DVD film hantu. Menonton di layar TV besar, sendirian, dengan suara yang dikeraskan, dan kadang, saya matikan lampu ruangan tempat menonton DVD itu, agar lahir suasana yang lebih horor.  Mengasyikkan di dalam suasana seram.

Sampai saat saya menemukan film The Eye, film dari Thailand, yang menceritakan seorang perempuan penerima donor mata, namun akibatnya dia mudah melihat hantu.  Penggambaran hantu yang muncul di film itu, cukup menakutkan bagi saya. Seperti nenek yang memanggil kita di lorong rumah sakit, hantu orang tua di lift bergerak perlahan dari belakang mendekati kita, dan hantu yang menerjang kita dengan cepat. Dan yang paling menyebalkan adalah bayangan-bayangan itu tetap melekat di pikiran saya.

Saya ingat sekali kejadian saat sehari setelah menonton film The Eye itu, saat saya dapat tugas malam di minggu itu. Saat itu tepat malam jumat. Kamar kerja saya berada di lantai 17. Saya bertugas mulai jam 17.00 hingga 01.00 dini hari.  Entah kenapa, saat itu hanya saya sendiri yang masuk kerja. Teman-teman yang satu shift dengan saya kebetulan banyak yang ijin dan berhalangan. "Sial", cuma itu yang saya umpat.

Sekitar pukul 20.00, saya merokok di Smoking Room depan lift. Sendirian. Biasanya ada security yang menjaga, duduk di mejanya untuk menerima tamu. Namun kini meja security tersebut kosong. Biasanya pada jam itu, security akan memeriksa lantai lain untuk mematikan lampu dan mengunci ruangan lain. Jadilah saya sendirian merokok di lobby itu. Hanya suara hembusan angin AC yang terdengar.  Saya berusaha tenang, tidak mau berpikir apapun, apalagi mengingat kalau pada saat itu tepat Malam 1 Suro.

Saat saya menghembuskan asap rokok di kesendirian, tiba-tiba lift berbunyi. Entah kenapa secara reflek saya menengok ke lift, yang memang langsung berhadapan dengan posisi saya duduk.  Pintu lift terbuka.  Tapi gelap.  Dan kemudian lampu neon di dalamnya menyala berkedip-kedip.  Saya terdiam.  Saya hanya terpana melihat kejadian itu. Kalau lift terbuka dan lampu lift di dalamnya mulai menyala, itu artinya ... lift itu membuka karena ada yang meminta, bukan karena untuk menurunkan pengguna di dalamnya. Kebijakan pengelola gedung memang seperti itu, listrik dalam lift akan menyala jika digunakan, dan lampu akan padam jika ada jeda waktu karena tidak digunakan.    Hah .... Saya makin terdiam ... Lalu, siapa yang menekan tombol di lift itu? Padahal di sana cuma saya sendirian.  Saya makin merinding mengingatnya. Perlahan kupandangi kiri kanan di sekitar lobby. Tetap masih sepi. Tidak ada siapapun. Cuma saya sendiri. Haduuuuh ...   Saya tidak mau memandang ke dalam lift. Saya tidak mau mendapati kalau saya ditampakan sosok putih, melayang masuk ke dalam lift, membelakangi saya, dan tiba-tiba menoleh menghadap saya.  Hahhhh ... Saya tidak mau berpikir aneh-aneh. Namun saya juga tidak mau melihat ke arah lift.  Yang saya dengar adalah suara lift menutup, dan lift mulai bergerak turun.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk melihat pintu lift. Lampu angka 17 di atas pintu lift berubah ke lampu angka 16, lalu bergerak ke lampu angka 15, 14, 12.  Dan tidak bergerak lagi di angka 12.  Saya hanya bisa terpana melihat lampu angka tersebut.  Saya pikir, ada yang turun atau naik di lantai 12.

Saya hisap rokok dalam-dalam, tidak mau berpikir ada kejadian apa di lantai 12. Namun anehnya, kenapa saya tidak bisa mengalihkan pandangan saya ke lampu angka lift itu.  Apalagi saat lampu angka 12 tersebut tidak menyala. Mati. ... Saya makin diam. Tiba-tiba, lampu angka 14 menyala. Berarti .... lift bergerak ke atas, untuk membawa seseorang atau menjemput seseorang di lantai yang dituju.  Wah, lift bergerak ke atas. Apa lift akan menuju ke lantai 17? Aku hanya bisa memandang angka-angka yang berubah di atas pintu lift.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline