Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan) dan Kementerian Pertanian (Kementan) sepakat memangkas regulasi distribusi pupuk bersubsidi. Menko Pangan Zulkifli Hasan mengatakan pemangkasan kebijakan ini dikarenakan rumitnya regulasi distribusi pupuk bersubsidi yang sebelumnya melibatkan berbagai kementerian dan lembaga negara lainnya (Tempo, 11/11/2024).
Kebijakan terbaru mengenai distribusi pupuk bersubsidi adalah: (a) Pemerintah akan mengubah alur distribusi pupuk subsidi untuk petani, dengan tujuan mempersingkat dan menyederhanakan proses penyaluran, (b) Kementerian Pertanian akan langsung memberikan instruksi penyaluran pupuk subsidi kepada Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) dan (c) PIHC akan menyalurkan pupuk bersubsidi kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Pada kebijakan baru ini Gapoktan akan menggantikan posisi Distributor dan Kios sebagai penyalur langsung pupuk subsidi ke petani yang namanya tercantum dalam Rencana Defentif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang dikelola kelompok-kelompok tani (poktan)?. Gapoktan yang pada Era Pemerintahan Presiden SBY difungsikan dalam mengelola koordinasi dan bisnis antar poktan tersebut, kini perlu dibekali dengan kemampuan manajerial baik dalam pengelolaan teknis distribusi maupun finansialnya.
Selama ini distributor dan kios pupuk bersubsidi secara kelembagaan, manajerial dan finansial telah mampu menjadi penyalur pupuk bersubsidi ke para petani dalam kultur bisnis swasta. Ketika peran ini dialihkan ke Gapoktan yang mayoritas secara kelembagaan dan fungsi mungkin telah mati suri maka perlu dicermati beberapa aspek krusial agar Gapoktan memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsinya sebagai distributor pupuk bersubsidi.
Pertama, secara kelembagaan Gapoktan mengkoordinasikan poktan yang menurut regulasinya poktan memiliki fungsi produksi, belajar dan kerjasama. Sedangkan Gapoktan selain memiliki fungsi koordinasi juga memiliki kewenangan untuk mengelola bisnis antar poktan maupun kerjasama dengan mitra bisnis lainnya. Pada Era Pemerintahan Presiden SBY, Gapoktan berpengalaman dalam mengelola dana PUAP (Program Usaha Agribisnis Pertanian) sebesar Rp 100 juta yang digunakan baik untuk bisnis sarana produksi (benih, pupuk dll) maupun simpan pinjam. Saat itu manajemen pengelolaan keuangannya disupervisi oleh petugas Penyelia Mitra Pertanian (PMT) yang dikontrak oleh Kementan RI sedangkan pendampingan administrasi teknis dilakukan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
Kedua, secara kewilayahan Gapoktan beroperasi pada satu desa dimana para poktan berdomisili. Sedangkan Distributor dan Kios memiliki wilayah kerja lebih luas yakni lebih dari satu desa sehingga dari sisi pelayanan distribusi pupuk bersubsidi lewat Gapoktan memiliki rentang yang lebih pendek dibandingkan dangkan lewat distributor dan kios. Sehingga pelayanan distribusi pupuk bersubsidi oleh Gapoktan diharapkan lebih efektif.
Ketiga, secara teknis pengambilan pupuk bersubsidi di kios selama ini dirasa memberatkan petani. Karena petani sebagai penerima manfaat subsidi tidak hanya cukup namanya tercantum dalam RDKK tetapi juga harus melengkapi foto copy KTP, harus diambil oleh yang bersangkutan (tidak boleh diwakilkan) dan harus difoto saat pengambilannya. Persyaratan teknis seperti ini banyak dikeluhkan petani terutama bagi mereka yang sibuk atau udzur (sakit/ bepergian).
Itulah beberapa tantangan operasional penyaluran pupuk bersubsidi melalui Gapoktan yang perlu dicermati bersama. Namun demikian spirit dari pemerintah untuk memperpendek regulasi penyaluran pupuk bersubsidi ini perlu kita apresiasi bersama. Karena prinsip pelayanan baik pada birokrasi maupun distribusi harus sederhana, cepat dan berbiaya murah. Birokrasi atau distribusi yang panjang dalam penyaluran pupuk bersubsidi tidak hanya akan memusingkan petani tetapi juga distributor maupun kiosnya yang berdampak pada keterlambatan pemupukan sehingga mengganggu ritme produksi tanaman.
Tantangan yang dihadapi Gapoktan dalam menyalurkan pupuk bersubsidi tidak hanya bersifat teknis tetapi juga bersifat administratif. Banyak dokumen SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang harus dibuat oleh Gapoktan yang selama ini dikerjakan oleh Distrbutor dan Kios dengan cukup baik. Demikian juga secara finansial apakah Gapoktan akan dibekali dana untuk nebus sebanyak yang tercantum dalam RDKK seperti yang dilakukan oleh distributor dan kios ataukah langsung didrop dalam bentuk barang?
Yang jelas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, pemerintah yang diwakili oleh Dinas teknis yang mengurusi pertanian bersama dengan PPL harus bekerja keras meningkatkan kapasitas mental, manajerial dan teknis serta literasi dan opersionalisasi digital bagi Gapoktan. Karena pelayanan pada era sekarang serba digital.