Lihat ke Halaman Asli

Respon Negara Indonesia Atas Kedatangan Etnis Rohingya ke Indonesia

Diperbarui: 20 Mei 2024   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinterest: BabaTShirt LTD

Sebelum membahas tentang upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia, perlu di ketahui bahwa Indonesia bukanlah negara migran (non-immigrant state) karena tidak meratifikasi konvensi UN 1951 dan  protokol 1967 yang bertujuan untuk melindungi hak-hak pengungsi. Jadi dengan tidak meratifikasi konvensi dan protokol tersebut Indonesia tidak berhak atau tidak ada kewajiban menerima pengungsi rohingya masuk ke dalam wilayahnya namun Indonesia juga tidak bisa mengusir pengungsi tersebut atau mengembalikannya ke negara asal yaitu Myanmar karena dapat mengancam keselamatan mereka. Jadi jalan yang diambil Indonesia sementara ini adalah bekerjasama dengan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dan IOM (International Organization for Migration) untuk menampung mereka secara dengan limit waktu tertentu. Peran Indonesia disini merupakan negara penampung sementara dan UNHCR dan IOM bertanggung jawab untuk memberikan dana, memfasilitasi, dan mencari solusi agar para pengungsi di negara penampung sementara dapat dipindahkan atau sampai ke negara penampung. Setidaknya dalam perkembangan usaha Indonesia menjadi negara penampung sementara Indonesia berhasil mengirimkan pengungsi Rohingya sekitar 375 pengungsi ke negara penampung atau negara ketiga selama periode waktu dari Januari sampai September 2021.

Selain bekerjasama dengan UNHCR dan IOM, pemerintah Indonesia juga melakukan kebijakan secara independen seperti mengirimkan bantuan kepada masyarakat Rohingya di Myanmar secara langsung serta mendesak pemerintah Myanmar untuk pulihkan stabilitas di wilayah Rakhine. Bantuan ini dikemukakan langsung oleh presiden Indonesia yaitu Joko Widodo, ia menegaskan dalam pers di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu pada 3 September 2017, "Menlu telah berangkat ke Myanmar untuk meminta pemerintah Myanmar agar menghentikan dan mencegah kekerasan, agar memberikan perlindungan kepada semua warga, termasuk Muslim di Myanmar", kata Presiden.

Presiden juga menugaskan bu Retno Marsudi untuk meminta pemerintahan Myanmar untuk memberikan akses bantuan kemanusian. Selain bertemu dengan pemerintah Myanmar, bu Retno juga ditugaskan untuk menjalinkan komunikasi intensif dengan Sekjen PBB Antonio Guterres dan Advisory Commission on Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Anna.

Presiden juga menyatakan bahwa Indonesia telah membangun sekolah di Rakhine State dan juga segera akan membangun rumah sakit yang akan dimulai pada bulan Oktober.

Serta di akhir persnya Jokowi mengecam tindakan pemerintah Myanmar, ia menegaskan bahwa, "Sekali lagi, kekerasan dan krisis kemanusiaan (di Myanmar) ini harus segera dihentikan."

Keterangan presiden ini merupakan tuntutan dari masyarakat yang pada saat itu meminta agar pemerintah Indonesia berperan aktif dalam menyelesaikan krisis kemanusian yang dialami etnis Rohingya di Myanmar.

Dengan segala upaya kemanusian tersebut, pemerintah Indonesia berharap kasus krisis kemanusian yang dilanda etnis Rohingya dapat segera terselesaikan secepatnya apabila tidak terselesaikan, permasalahan ini dapat mengancam ketidakstabilan integritas negara Indonesia itu sendiri, mengingat jumlah pengungsi yang masuk ke Indonesia lebih banyak daripada yang keluar sehingga terjadi penumpukan di wilayah Indonesia. UNHCR mencatat ada sekitar 1543 jiwa pengusngsi rohingya yang berada di Indonesia, data ini diambil dari laporan CNN Indonesia pada 13 desember 2023.

Dampak dari penumpukan tersebut membuat masyarakat Indonesia menghadapi permasalahn sosial yang kompleks yang mengahasilkan persepsi dan sikap yang berbeda-beda pada setiap lapisan masyarakat Indonesia terkhususnya masyarakat Aceh sebagai wilayah yang paling banyak menampung imigran ilegal tersebut. Sebagian orang menunjukkan empati dan rasa solidaritas kepada imigran ilegal tersebut namun sementara yang lainnya mengatakan bahwa mereka khawatir akan hal buruk yang terjadi akibat kedatangan mereka.

Beberapa orang yang menganggap menolong imigran ilegal tersebut merupakan kewajiban moral kemanusian serta pada pandangan agama juga menjadi faktor pendukung dalam menerima imigran tersebut,di wilayah yang mempunyai julukan Serambih Mekkah atau provinsi Aceh yang penduduknya bermayoritas beragama Islam. Islam mengajarkan kepada pemeluknya bahwa seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya terlepas dari tidak adanya hubungan darah atau ikatan keluarga. 

Setidaknya itu adalah alasan atau motif yang digunakan masyarakat untuk menampung imigran ilegal tersebut akan tetapi seiring waktu berjalan gelombang demi gelombang yang datang membuat warga setempat resah karena banyaknya imigran yang datang membuat kamp penampungan mengalami overload, dan lebih parahnya lagi ada beberapa kasus imigran ilegal tersebut melarikan diri dari kamp pengungsian. Mereka berpendapat bahwa penumpukan jumlah imigran dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam sumber daya yang ada di daerah tersebut, serta karena mereka adalah imigran ilegal membuat masyarakat indonesia tidak dapat mengetahui rekam jejak yang mereka lakukan di tanah air mereka. 

Selain itu, skeptisisme berasal dari pengalaman sebelumnya dengan imigran Rohingya, yang meninggalkan kesan yang tidak menyenangkan, seperti ketidakpatuhan terhadap standar kebersihan, perbedaan budaya serta kebiasaan bahkan aturan-aturan Islam setempat. Karena adanya perbedaan tersebut muncul sebuah solusi untuk memberikan pengetahuan tentang adat istiadat lokal serta akidah Islam yang berlaku sehingga dengan upaya ini membuat pengungsi Rohingya dapat diterima oleh warga lokal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline