Lihat ke Halaman Asli

Law Session.id

Edukasi Politik dan Hukum

Refleksi Hukum Akhir Tahun: Urgensi Reformasi Hukum (Paradigma Kekuasaan Menuju Paradigma Moral)

Diperbarui: 25 Desember 2023   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adhe Ismail Ananda, S.H., M.H. (Akademisi USIMAR Kolaka)

Diskursus mengenai hubungan hukum dan politik selalu menarik untuk dibahas. Karena dua hal ini selalu menjadi variabel yang memiliki peran strategis  guna menciptakan peradaban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga jika ada pertanyaan tentang bagaimana relasi antara hukum dan politik?  apakah hukum  yang mempengaruhi politik, ataukah politik yang mempengaruhi hukum? 

maka setidaknya dapat  dijawab dengan penjelasan: Pertama, hukum determinan atas  politik dalam arti kegiatan politik diatur oleh aturan hukum dan harus tunduk pada aturan hukum. Kedua, politik determinan atas hukum karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling berkaaitan. Ketiga, politik dan hukum sebagai subsistem sosial berada pada posisi yang seimbang determinasinya.Sebab, meskipun hukum merupakan produk keputusan politik, namun dengan adanya hukum, maka segala aktivitas politik harus mengikuti aturan yang diatur oleh hukum.

Jika kita bicara relasi antara politik dan hukum dalam konteks dewasa ini maka selalu kita menemukan bahwa politik itu selalu determinan atas hukum. Politik selalu memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan hukum itu sendiri. Bahkan kebanyakan para penstudi hukum mengatakan bahwa hukum adalah produk politik. Artinya bahwa produk hukum yang dibentuk oleh legislator tak steril dari kepentingan politik para pembuatnya. Hukum yang dibentuk oleh suatu negara melalui proses legislasi yang dibuat oleh legislator (DPR)  tak lepas dari kepentingan atau politik.

Memang jika kita perhatikan, karakter politik indonesia tak lepas dari kebijakan yang berdasarkan hukum, sebab indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum (rechstaat) artinya segala tindakan dan kebijakan suatu negara haruslah berdasarkan hukum, namun demikian politik yang atau kekuasaan yang dijalankan negara dibatasi oleh hukum. Disitulah menariknya jika kita berbicara kedua subsitem dalam masyarakat ini.

Politik juga selalu dikaitkan dengan kekuasaan, karena memang konsep politik itu tak lepas dari mempertahankan kekuasaan. Menurut Niccolo Machiavelli, kekuasaan cenderung dilanggengkan oleh setiap penguasa lewat berbagai cara. Segala bentuk dan macam cara tidak menjadi persoalan asalkan kekuasaan itu dapat dipertahankan. Dari pandangan Machiavelli ini dapat di ketahui bahwa adanya cara-cara diskriminatif dan berlebihan atas tindakan yang dianggap mengancam dan membahayakan penguasa termasuk menggunakan hukum sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan tersebut. Hal ini disebabkan oleh kondisi penguasa yang cenderung memiliki ambisi untuk berkuasa terus-menerus. Sehingga kadangkala kepentingan penguasa sering bertolak belakang dengan kepentingan rakyat banyak.

Paradigma Politik (Kekuasaan) dan Tatanan Hukum

Hukum yang dilandasi oleh paradigm kekuasaan menghadirkan hukum yang tidak demokratis, yaitu system hukum yang totaliter. Implikasinya adalah system hukum yang terdiri dari peraturan yang isinya mudah berubah tergantung putusan penguasa yang dibuat secara arbitrer. Dengan teknikalitas tertentu, hukum dipakai sebagai "kedok" untuk menutupi penggunaan kekuasaan secara arbitrer. Sehingga hukum diterima berdasarkan kesadaran palsu. Sanksi-sanksi hukum mengandung pengrusakan terhadap ikatan-ikatan sosial yang menciptakan susasana nihilisme sosial yang menyebar. Tujuan akhirnya adalah suatu legitimasi institusional, terlepas dari seberapa besar diterima oleh masyarakat.

Kaidah Dasar Totaliter diatas Konstitusi

Kaidah dasar dari sistem hukum totalitarian adalah rumusan pikiran totaliter yang diselundupkan ke dalam Hukum yang selanjutnya menjadi landasan bagi peraturan lain yang dikeluarkan. Untuk menciptakan keberhasilan dari kerja tatanan yang demikian itu diciptakanlah kelompok "intelektual" yang ditugasi untuk mengerjakan sekalian transformasi kepada orde totalitarian. Langkah itu bisa dilakukan melalui pembuatan kaidah hukum baru ataukah penafsiran kembali dari yang lama. Dalam orde totalitarian, konstitusi diberikan kepada rakyat sebagai suatu dokumen nasional penting, tetapi sebenarnya sekedar sebagai "pemanis bibir" belaka. Di belakangnya tercatat kaidah dasar yang totalitarian. Eksistensi konstitusi hanya ingin membuktikan, bahwa warga negara sudah menikmati hak-hak dan perlindungan-perlindungan hukum, padahal sesungguhnya hanya bersifat kosmetis belaka.

Hukum yang membudak

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline