Lihat ke Halaman Asli

Anhar Azzumta

Penulis, pelajar, pebisnis

Menanti Akhir Kisah Covid-19 dan New Normal

Diperbarui: 6 Juli 2020   01:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Syeikh  Mutawalli Asy- Sya'rawi ,ulama kharismatik asal Mesir,pernah menerangkan dalam satu pengajiannya, bahwa sebuah musibah tidak akan diangkat dalam diri umat manusia sebelum umat manusia tersebut merasa ridha terhadap ketentuan Allah yang terjadi pada mereka. Syekh Asy-Sya'rawi juga memberikan barometer berpikir bagi para jamaahnya ketika suatu kejadian yang tidak mengenakan terjadi kepada mereka. Beliau menuturkan, "seorang Muslim hendaklah berpikir ketika datangnya musibah, bahwa penyebabnya mungkin satu diantara dua hal, jika hal itu masih di dalam jangkauan kemampuannya maka penyebabnya adalah kelalaian dirinya sendiri, sedangkan jika musibah itu diluar kuasanya, maka itu adalah kehendak Allah yang mana pasti ada hikmah di dalamnya". Ucap Syekh Asy-Sya'rawi.


     Mari kita coba berpikir dengan logika yang ditawarkan Syaikh Asy-Sya'rawi kepada kita. Suatu musibah dan kesialan tidak akan menimpa kita kecuali disebabkan kesalahan kita atau takdir dari Allah. Ketika menengok diri kita dan mayoritas orang lain yang terdampak wabah penyakit covid-19,  maka setujulah kita yang mayoritas ,bahwa wabah ini datang membawa hikmah dibalik pahit dan perihnya.
Bukan muslim sejati namanya bilamana tidak ridha terhadap keputusan Tuhannya. Bahkan bila ditengok secara psikologis, mengeluh dan meratap berlebihan dapat menurunkan kondisi jiwa dan meningkatkan stress. Menerima kenyataan tidak juga diinterpretasikan sebagai jalan pasrah nan mengalah. Menerima takdir ilahi adalah sikap kita dengan ikhtiar dan doa yang menengadah, menyemogakan kesembuhan dan kesehatan setiap manusia yang telah terjangkit wabah.


     Sikap optimis dan semangat adalah setitik cahaya yang lupa kita nyalakan dalam gulita pandemi. Seakan kita lupa bahwa semangat dari dalamlah yang bisa membuat seseorang bekerja all out  secara fisik dan mental. Termasuk dalam sikap optimis adalah menerima realita di lapangan dengan hati lapang, saling menyebarkan kabar baik, lalu saling menyemangati. Tiga-tiganya dapat diimprovisasikan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, tenaga medis, maupun rakyat. Namun ironisnya ,pihak yang konsisten mengabarkan berita baik jumlahnya tidak berbanding lurus dengan penyebar berita buruk serta hoax. Alhasil mental rakyat Indonesia tak terbentuk dengan baik.


     Semua kepala sedang harap-harap cemas menunggu berakhirnya pandemi covid-19. Seperti dawuh Syeikh Asy-Sya'rawi diatas, Wabah covid-19 bagi sebagian besar kita adalah suatu hal yang diluar kemampuan yang bermakna bahwa ada hikmah yang Allah titipkan di balik penyakit ganas ini. Semuanya akan tersingkap pada waktunya sembari kita melakukan upaya-upaya untuk "menerima takdir Allah" dengan optimis, menyebarkan kabar baik,serta bahu membahu mengobati dan mencegah wabah penyakit.


     Agaknya Kabar buruk tentang wabah covid-19 masih simpang siur. Kekhawatiran pun berseliweran tak karuan. Tren kabar buruk kini berpindah menjadi pemberitaan mengenai betapa manusia Indonesia kelimpungan menghadapi serangan wabah.  Jagat maya disesaki dengan adu opini tentang pro-kontra pengadaan "New Normal".  Pun banyak sikap-sikap nirketeladanan yang ramai diperbincangkan di halaman publik, seperti tetap ngeyel mudik di tengah wabah, mall yang kebanjiran pengunjung dan sebangsanya.


     Tuhan seolah menurunkan wabah ini sebagai tolok ukur tatkala manusia dihadapkan dengan sebuah musibah. Meskipun tidak berefek material seperti musibah gempa bumi, tsunami, dan lain sebagainya, Musibah covid-19 telah berhasil membuat seluruh umat manusia merasa senasib sepenanggungan. Manusia seakan diajak berefleksi tentang hakikat diri mereka yang sesungguhnya, Sebagaimana yang kita tau bahwa hegemoni kemajuan telah mengubah orientasi kehidupan dan kegiatan sehari-hari manusia menjadi materialistis dan egoistis. Fenomena "karantina" membuat banyak manusia sadar bahwa jika Tuhan berkehendak menghentikan detak jantung kehidupann, maka manusia tidak akan memiliki apa apa lagi selain tawakkalnya kepada Sang Maha Kuasa.


     Mengharapkan musibah virus korona berakhir barangkali telah menjadi "trending topic" do'a yang dipanjatkan manusia di seluruh dunia. Namun jangan lupakan bahwa jika kelak wabah ini berakhir, yang harus kita dapatkan pertama kali adalah kesadaran bahwa Allah telah menguji kita dengan ujian yang penuh hikmah, sebagaimana tadi diterangkan oleh Syekh Sya'rawi. Umat manusia juga perlu menggembleng dirinya agar setelah virus korona berakhir, dirinya akan membuka lembaran baru kehidupan sebagai akhir kisah yang indah setelah pandemi.


     Segala sesuatu yang telah diskenariokan oleh Sang Maha Kuasa pasti memiliki hikmah dan kebaikan, sekecil apapun peristiwa itu. Musibah covid-19 ini bukan tersebar secara kebetulan, ada takdir langit yang menetapkan bahwa umat manusia akan mengalami pandemi ini jauh-jauh hari. Maka marilah berkaca kepada sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam;
 "Sungguh menakjubkan keadaan seorang Muslim. Seluruh urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali dari seorang mukmin.  Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itupun baik baginya." (H.R.Muslim, no.2999)


Menjemput Cerita Indah di Akhir Pandemi


     Melalui hadist riwayat Muslim no.2999 diatas, kita menginsyafi bahwa kita telah melupakan satu sudut pandang imani yang sangat ditekankan oleh baginda Nabi. Jika kita telah berusaha secara preventif untuk mencegah penularan  wabah dengan karantina, memakai masker dan social distancing, maka menambahkan usaha hati dengan sudut pandang imani ini akan menambah ketenangan hati kita sekaligus meningkatkan kesempatan kita mendapatkan akhir yang baik dari wabah covid-19 .


     Dalam menggapai cerita indah, jangan lupakan bahwa sebuah pelangi biasanya diawali dari hujan badai yang parah, mengguncang hati serta perasaan. Dalam kasus wabah virus korona ini,tidak ada yang menahu kapan wabah  ini berakhir. Namun meyakini dengan pasti bahwa tiada yang luput dari kuasa-Nya adalah sebuah awal yang menentukan kesuksesan kita untuk menang melawan wabah. Ayat-ayat Allah, serta sabda Rasulullah tidak hanya ditempatkan sebagai penenang rohani saja, akan tetapi semua dalil agama bisa diadopsi secara ilmiah sehingga menjadi perpaduan yang kuat sebagai bekal kita dalam mengarungi masa-masa sulit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline