Lihat ke Halaman Asli

Sedikit Opini Tentang Flo

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wah, kasus ini semakin bergulir ke arah yang membingungkan. Ternyata banyak kepentingan yang ikutan terseret dalam kasus ini. Tentang ketidaksetujuan kepada UU ITE yang dikhawatirkan bisa mengekang kebebasan berpendapat. Tentang penahanan mbak FS di Polda DIY. Tentang mulai disinggungnya (dalam porsi kecil) isu sara jawa-batak, atau jawa-sumatera. Tentang anggapan bahwa Jogja ternyata memang (maaf) bodo dan tolol karena menanggapi urusan seperti ini sampai harus memenjarakan yang bersangkutan.

Kasihan Jogja, dirongrong begitu banyak isu, mulai dari isu keistimewaan, terusiknya kehidupan beragama yang beragam, isu lingkungan -dengan merebaknya pembangunan hotel yag ruarr biasa. Dulu pun Jogja dituding dengan tudingan bahwa mayoritas (ada yg mengatakan sampai 90%) mahasiswi yang berkuliah di Jogja sudah tidak perawan. Dan banyak lagi permasalahan yang ditimpakan kepada Jogja.

Sejatinya, ucapan FS yang memicu kemarahan pengguna sosial media di Jogja yaitu Jogja miskin, tolol dan tak berbudaya, jika kita melihat Jogja lebih dalam semuanya sudah terpatahkan. Tanpa perlu dibantah dengan berbalas makian, teror, sindiran, dari banyak orang yg merasa "rumah"nya terusik Jogja sudah membuktikan bahwa jogja tidak miskin, tidak bodoh, dan Jogja punya budaya.

Jogja kaya, dengan begitu banyaknya perguruan tinggi yang tersebar di dalamnya, bukankah perguruan tinggi ini yang begitu banyaknya adalah aset yang sangat berharga. Perguruan tinggi dengan suasana seperti di Jogja akan sulit anda temukan di wilayah lain. Jogja juga kaya dengan peninggalan sejarah, tidak perlu saya sebutkan satu satu semua orang yg berwisata di jogja pasti pernah mengunjungi kraton, tamansari, museum2 yang menyimpan benda bersejarah, monumen2 bersejarah, banyak pokoknya. Apalagi kekayaan Jogja? Merapi, kesultanan Yogya, seni tradisi yang masih diuri uri, adat istiadat dan ramah tamah yang tetap dipegang warganya.

Jogja tolol? ahh tapi Jogja bagi saya adalah tempat yang paling baik untuk belajar. Kampus saya di Jogja, dengan spp yang masih terhitung murah buat saya. Dengan banyak perpustakaan milik kampus2 lain yang bisa saya datengi. Dengan banyaknya seminar atau diskusi yang ada di tiap-tiap kampus. Dengan banyaknya guru besar yang ada di Jogja. Dari jurusan saya, ada buya Syafii Ma'arif yang selalu saya nanti-nantikan kuliah umumnya.  Nyatanya, Jogja terus belajar.

Jogja gak berbudaya? mungkin budaya di Jogja tidak sekental di Bali. Tapi yakin saya, Jogja masih hidup dengan bernafaskan pada budaya. Pertanyannya, apakah kita masih bisa merasakan nafas budaya di Jogja, kalau kita tidak benar benar menghayati Jogja secara utuh. Toh Jogja gak sekedar jualan souvenir di Malioboro, bukan sekedar becak dan andong di Malioboro, atau sekedar angkringan, atau pertunjukkan budaya yg dikemas dalam bermacam2 acara.

ahh kenapa harus Mbak FS yang mengeluarkan statement negatif begitu. Coba kalo yg mengeluarkan statement seperti itu adalah pengusaha atau investor yang saat ini sedang membangun puluhan hotel dengan tidak mengindahkan lingkungan dan nilai-nilai disekitarnya. Atau pada orang yang memiliki niat suci -menurutnya- untuk merusak keragaman Jogja. Andai saja statement seperti ini keluar dari mulut mereka, ahh pastinya saya akan lebih semangat dalam membully, meneror, dan seterusnya. Kalo untuk mbak FS saya cukup menjawab, "nggak, nggak seperti itu, mungkin kamu kurang turu atau kurang piknik mbak.. atau kamu jomblo? saya juga. :p"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline