Pada lingkungan keseharian, saya banyak bertemu dan berinteraksi dengan teman yang berbeda agama. Dari pergaulan ini, saya banyak belajar tentang keberagaman agama dan kepercayaan dari mereka. Orang tua saya sendiri juga selalu mengajarkan kami anak-anaknya tentang pentingnya toleransi dan menghindari perbuatan intoleransi. Menurut Orang tua saya, mengedepankan perilaku toleransi terhadap semua orang, terutama terhadap teman sendiri yang berbeda agama membuat diri menjadi lebih menghargai setiap keputusan yang diambil oleh setiap orang dan siap menerima konsekuensi dari pilihan yang diambil.
Oleh sebab itu, saya dapat bergaul dengan siapa saja tanpa merasa diri paling baik dan paling benar karena pilihan dan menjalankan ajaran agama adalah hak masing-masing orang. Agar tidak terjadi intoleransi di antara saya dan teman-teman, maka kami berdiskusi untuk membuat sebuah kesepakatan. Kesepakatan kami ambil adalah menghargai setiap agama yang berbeda, tidak menjelek-jelekkan agama lain, tidak mengganggu teman yang sedang beribadah. Selama ini kami berkumpul hanya untuk melakukan hobi seperti membaca buku, bersepeda, dan kegiatan motorik lainnya. Kami juga belajar bersama untuk membahas pekerjaan rumah (PR), pelajaran sekolah, atau bercerita tentang buku yang sedang dibaca. Kadang kala kami juga melakukan permainan board game seperti kartu Uno, Tuntungan Ground Board game, ular tangga dan lainnya.
Saya beberapa kali mendengar dan membaca maraknya pertengkaran dan permusuhan antar umat beragama, bahkan sesama umat beragama itu sendiri. Sebenarnya saya sedikit bingung dan kecewa tentang adanya perilaku intoleransi masih sering terjadi di sekitar yang ternyata dilakukan oleh orang dewasa. Pertanyaan muncul dalam diri saya, mengapa mereka bertengkar bahkan bermusuhan, apakah tidak pernah di ajarkan oleh guru ataupun orang tua mereka tentang keberagaman agama, atau pentingnya bersikap toleran kepada orang yang berbeda agama ataupun kepercayaan?. Terkadang saya khawatir apabila pertemanan yang kami jalin saat ini menjadi rusak hanya karena adanya perbedaan, baik dalam perbedaan agama, suku, kepercayaan atau hal lainnya yang menurut saya bisa diatasi bila kami bersikap saling menghargai dan menjalankan kesepakatan yang sudah dibuat bersama.
Berawal dari gejolak yang terjadi, saya mencoba untuk belajar kembali seperti apa sebenarnya keberagaman dan toleransi yang harus dilakukan oleh semua orang. Saya mencoba banyak membaca dan melakukan wawancara dengan beberapa pihak yang saya anggap dapat membantu mengatasi keresahan pada diri saya.
Wawancara pertama saya menemui Bapak Junaidi Malik sebagai Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Deli Serdang, kota tempat saat ini saya tinggal. Menurut beliau keberagaman agama dan toleransi adalah hal paling utama yang harus kami pelajari sebagai anak remaja yang masih bersih (belum terkontaminasi katanya). Beliau meyakinkan saya bahwa kita hidup di negara dengan segala keberagaman dan keunikannya. Jika masing-masing orang memaksakan kehendak, ingin menang sendiri, menganggap agama dan kepercayaan kitalah yang paling baik, maka bersiaplah untuk munculnya bibit permusuhan, perilaku intoleransi yang pastinya akan merusak tatanan sosial dan kedamaian. Pak Junaidi Malik juga menegaskan bahwa sikap toleransi ini terbentuk berawal dari kehidupan keluarga, ajaran dan keteladanan orang tua. Apakah orang tua kita bersikap toleran, atau malah tidak bersikap baik, menjelek-jelekkan agama atau ajaran dan kepercayaan orang lain, mendiskriminasi agama minoritas. Apabila kehidupan di keluarga bersikap saling menghargai maka anak-anaknya juga akan melakukan hal yang sama di lingkungannya pergaulan anak.
Setelah wawancara ini, saya jadi semakin mengerti bagaimana harus bersikap dengan teman yang berbeda agama dan kepercayaan. Seperti apa sebaiknya saya harus bertoleransi dan terus belajar dengan membaca banyak buku tentang sikap dan perilaku apa yang harus dilakukan dengan banyaknya agama dan kepercayaan di Indonesia. Saya mulai membuka pokok-pokok ajaran agama selain agama Islam, yaitu Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Selain itu saya tetap membaca ajaran agama Islam yang ternyata sangat menjunjung tinggi adanya sikap saling menghormati dan hidup bersama dengan damai, saling menghargai dan tidak mengganggu ibadah agama lain.
Diskusi saya dengan orang tua (terutama Papa) semakin mempertegas untuk tetap bersikap baik, menghindari intoleransi atau menjelek-jelekkan agama lain. Papa menyatakan, sibukkan diri dengan memahami agama sendiri dengan banyak belajar. Apabila dalam keseharian saya menemukan teman-teman bersikap intoleransi, maka Papa sangat melarang saya melakukan hal yang sama. Jika dapat menasihati lakukan atau minimal mengingatkan dan fokus dengan hal yang menyenangkan untuk dapat kami lakukan bersama. Kami diingatkan untuk tidak ikut-ikutan menjelekkan agama orang lain walaupun jika itu dilakukan oleh teman sendiri, karena perbuatan intoleransi tetap tidak baik walaupun oleh teman seagama dan sahabat sekalipun.
Saya jadi teringat beberapa kasus intoleransi yang terjadi pada beberapa daerah di Indonesia. Masih jelas dalam ingatan tentang konflik di Aceh tepatnya di kabupaten Aceh Singkil pada tanggal 13 Oktober tahun 2015 yang memicu pertengkaran dan permusuhan antar umat beragama. Dari beberapa sumber termasuk www.dw.com dijelaskan bahwa konflik ini disebabkan adanya pembangunan gereja tanpa izin yang menyebabkan umat Islam di Aceh marah dan melaporkannya kepada pihak berwenang. Sebelum konflik terselesaikan, diperparah dengan provokasi dari salah satu pihak dengan membakar gereja. Hal ini memicu kedua belah pihak saling menyerang, memantik bermusuhan sehingga terjadi kerusuhan besar antara kedua umat beragama.
Ini adalah salah satu contoh dari sekian banyak isu intoleransi yang terjadi hanya karena perbedaan agama dan kepercayaan. Menurut pendapat saya, konflik antar umat beragama terjadi karena memudarnya sikap toleran dan merasa agama atau kepercayaannyalah yang terbaik dan memaksakan kehendak terhadap semua orang yang berbeda sehingga menyebabkan permusuhan antar umat beragama. Karena itulah saya mau teman-teman saya dan semua orang di lingkungan saya tetap menjaga sikap toleran ke semua orang dan menghindari sikap intoleran, sehingga tidak akan terjadi konflik di lingkungan kita ini.
Jika terjadi pertengkaran disebabkan perbedaan agama dan kepercayaan diantara teman-teman, saya akan melihat apakah saya harus menasihati, memberitahukan orang dewasa, atau menghindar dari situasi yang negatif itu. Bagi saya perbedaan kita seharusnya membuat semua orang semakin kaya dalam wawasan, bisa berdiskusi dengan berbagai pandangan tanpa memaksakan. Bagi saya, keberagaman bukan membuat kita harus berpisah dan merasa diri paling baik, tapi saling belajar dan menikmati perbedaan.