Kenaikan gaji guru terutama guru honorer yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Puncak Hari Guru Nasional 2024 di Velodrome, Jakarta, yang dihadiri para tokoh pendidikan. Kenaikan ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru di seluruh Indonesia serta menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kebijakan ini, yang direncanakan mulai berlaku pada tahun 2025, memberikan harapan baru bagi para guru terutama guru honorer yang selama ini berjuang dengan gaji yang jauh dari memadai. Namun, pertanyaan besar muncul: apakah kenaikan ini benar-benar merupakan solusi nyata atau sekadar wacana belaka?
Pendidikan merupakan pilar utama dalam mengembangkan membangun kemajuan sebuah bangsa. Pendidikan tidak lepas dari peran serta figur seorang guru, mereka tidak hanya memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga harus memberikan contoh nyata bagi murid-muridnya tentang bagaimana seseorang seharusnya berperilaku dan bertindak, baik dalam kehidupan akademik maupun sehari-hari, orang dibalik setiap anak bangsa yang terdidik.
Berdasarkan data Kemendikbud Ristek dan sumber lainnya, Rata-rata gaji mereka berkisar antara Rp300.000-Rp1.000.000 per bulan, artinya masih banyak guru honorer yang menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Besarnya gaji dan ketentuan guru honorer sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer, dan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang BOS. Pada Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Namun sayang dalam pelaksanaannya gaji guru honorer tidak sesuai aturan serta nasib guru honorer di Indonesia tidak mencerminkan betapa pentingnya peran sosok guru dalam membangun sebuah bangsa.
Dengan beban kerja yang sama dengan guru tetap, ketidakadilan ini menciptakan kesenjangan yang signifikan dalam dunia pendidikan, gaji rendah ini sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, sehingga berdampak pada kualitas hidup dan kinerja mereka di dalam kelas. "Hari ini saya agak tenang, berdiri di hadapan para guru karena saya bisa menyampaikan bahwa kami, walaupun baru berkuasa satu bulan, kami sudah bisa mengumumkan bahwa kesejahteraan guru bisa kita tingkatkan," kata Prabowo, Kamis (28/11/2024). Kenaikan tunjangan profesi guru honorer menjadi Rp2 juta per bulan, seperti yang diumumkan, adalah langkah positif dan strategis untuk mengatasi masalah serta merupakan pengakuan terhadap pentingnya peran mereka dalam sistem pendidikan nasional. Dengan meningkatkan kesejahteraan mereka, guru honorer dapat lebih fokus dalam menjalankan tugas mereka tanpa harus mengkhawatirkan kebutuhan hidup sehari-hari. Langkah ini juga dapat meningkatkan motivasi dan rasa bangga terhadap profesi guru, yang selama ini seringkali dipandang sebelah mata.
Kebijakan ini dapat menjadi solusi nyata bagi kemajuan negara Indonesia dengan investasi jangka panjang yang berdampak pada berbagai aspek seperti meningkatkan kesejahteraan guru honorer, meningkatkan kualitas pengajaran, serta mengurangi ketimpangan dalam dunia pendidikan. "Bicara soal gaji, tentu berkaitan dengan kesejahteraan guru. Pada dasarnya, kesejahteraan dan kualitas guru harus seimbang dan berkesinambungan," jelas Junior Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Sharfina Indrayadi. Menurut beliau, peningkatan gaji ini adalah salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kenaikan gaji guru honorer bukan hanya soal keadilan sosial, tetapi juga investasi dalam pendidikan nasional karena peningkatan gaji tidak hanya berdampak pada kesejahteraan guru, tetapi juga pada kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Penelitian oleh Nawawi (2022) menunjukkan bahwa ada korelasi kuat antara kesejahteraan guru dan efektivitas pengajaran di kelas. Kesejahteraan guru memainkan peran penting dalam menentukan kualitas pendidikan. Guru yang sejahtera memiliki motivasi lebih tinggi untuk mengajar, yang berdampak positif pada hasil belajar siswa. Guru yang merasa dihargai dan didukung cenderung lebih kreatif dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang interaktif dan inovatif. Dengan gaji yang layak, guru dapat mengikuti pelatihan, membeli sumber belajar tambahan, atau bahkan melanjutkan pendidikan mereka sendiri untuk meningkatkan kompetensi.
Meski kebijakan ini menjanjikan banyak dampak positif, namun pada implementasinya tidak akan mudah. Tantangan utama yang harus dihadapi adalah ketersediaan anggaran. Pemerintah perlu memastikan bahwa kenaikan gaji ini tidak hanya menjadi janji kosong maupun wacana belaka, tetapi benar-benar direalisasikan dalam bentuk alokasi dana yang memadai dan diperlukan mekanisme yang transparan dan akuntabel dalam distribusi gaji. Alokasi anggaran pendidikan 20% baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Daerah (APBN/APBD) merupakan amanat dari Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 yang sering kali tidak merata dalam pengalokasian dana nya. Selain itu tantangan lain yaitu memastikan bahwa semua guru honorer, terutama yang belum tersertifikasi, juga mendapatkan perhatian dan dukungan yang sama.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti menegaskan bahwa rencana ini sudah dianggarkan untuk tahun 2025. Namun, dia menyampaikan bahwa ada skema dan regulasi tambahan yang perlu dipatuhi agar tiap guru mendapatkan gajinya yang sesuai dengan kualifikasi dan tidak semua guru berhak mendapatkan kenaikan gaji yang sama. Mu'ti mengonfirmasi bahwa tambahan gaji itu akan diperuntukan bagi guru yang sudah berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), yang telah bersertifikasi, serta tenaga honorer. Hidayatullah mengingatkan agar pemerintah segera memprioritaskan semua guru, tidak hanya yang ada di kota. "Masih banyak guru, baik di daerah maupun di kota, yang berstatus non-ASN menerima gaji yang sangat rendah", tambahnya. "Jika pemerintah hanya memperhatikan anggaran untuk guru ASN, bagaimana bisa kita meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia?" tanyanya.
Hidayatullah kemudian menekankan pentingnya perhitungan yang matang untuk memastikan tidak ada kesenjangan antara gaji guru ASN dan non-ASN. "Pemerintah harus memahami bahwa peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh guru ASN. Kita harus melihat skenario secara keseluruhan," ujarnya. "Oleh karena itu, upaya menaikkan gaji guru ini perlu mendapat dukungan, namun juga mesti diiringi dengan perhatian untuk nasib guru non-ASN, terutama yang berada di daerah terpencil. Pemerintah harus memperhatikan seluruh guru di berbagai lapisan masyarakat," tutupnya.
Kebijakan ini bukan hanya tentang guru honorer, tetapi juga tentang masa depan pendidikan di Indonesia. Kebijakan kenaikan gaji bagi guru honorer harus terealisasikan bukan hanya sekedar janji atau wacana pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Guru yang sejahtera akan mampu mendidik generasi penerus bangsa dengan lebih baik. Dengan mendukung kebijakan ini, kita turut berkontribusi dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan berkualitas. Dalam implementasinya sangat membutuhkan kerja sama dari seluruh pihak, partisipasi publik sangat penting untuk memastikan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan ini akan terus diawasi dan dievaluasi.
Kita juga harus memberikan apresiasi penuh kepada para guru honorer, karena mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang rela meluangkan waktu, tenaga, dan jasa nya demi mendidik dan mencerdaskan masa depan anak bangsa meskipun seringkali mendapat perhatian yang kurang dan tanpa penghargaan yang layak. Kritik konstruktif dan partisipasi aktif dari berbagai pihak akan membantu memastikan bahwa kebijakan ini berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.