Lihat ke Halaman Asli

Azzahra Felisha Merli

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Andalas

Konflik Israel-Palestina: Menggali Sejarah, Pelanggaran terhadap Hukum Internasional, dan Aksi Pro Palestina

Diperbarui: 26 November 2024   17:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keadaan di Gaza Setelah Pengeboman Oleh Israel (Sumber: Motaz Azaiza)

Palestina merupakan negara yang saat ini dijajah oleh suatu koloni yang disebut dengan Israel. Konflik antara Palestina dan Israel bisa dibilang terjadi sejak Inggris mendirikan 'rumah nasional' bagi minoritas Yahudi di Palestina sebagai perwujudan dari surat Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, Arthur Balfour yang ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris, surat tersebut dikenal dengan Deklarasi Balfour. Inggris memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi dimana terjadi gelombang kedatangan yang cukup besar pasca gerakan Nazi di Eropa.

Saat itu, Inggris diketahui mengambil alih wilayah Palestina dari kekuasaan Kesultanan Utsmaniyyah yang kalah dalam Perang Dunia I. Pada April 1936, Komite Nasional Arab yang baru dibentuk meminta rakyat Palestina untuk melancarkan pemogokan umum dengan menahan pembayaran pajak dan memboikot produk-produk Yahudi untuk memprotes kolonialisme Inggris dan meningkatnya imigrasi Yahudi. Pemogokan selama enam bulan tersebut rakyat Palestina ditindas secara brutal oleh Inggris, yang melancarkan kampanye penangkapan massal dan melakukan penghancuran rumah. Hal itu menjadi sebuah praktik yang terus diterapkan Israel terhadap rakyat Palestina hingga saat ini.

Pada peristiwa Nakba yang terjadi pada tahun 1948, diperkirakan 15.000 warga Palestina terbunuh dan 750.000 warga Palestina diusir dari tanah mereka. Kemudian pada tanggal 15 Mei 1948, Israel didirikan. Hal ini tentu saja tidak disetujui oleh rakyat Palestina yang didominasi oleh bangsa Arab tersebut.

Peperangan terus berlanjut hingga saat ini, Israel terus berusaha mengambil alih wilayah Palestina. Palestina saat ini bukan lagi mengalami peperangan, tetapi genosida. Israel secara terang-terangan menargetkan serangannya kepada rakyat sipil dengan menyerang tempat pengungsian, pemukiman, sekolah, rumah ibadah, rumah sakit dengan dalih "Ada markas Hamas". Hamas adalah salah satu kelompok yang berjuang membebaskan Palestina dari penjajahan Israel.

Tindakan Israel ini tentu saja sudah melanggar hukum internasional. Israel telah melanggar Hukum Humaniter Internasional (HHI) dengan melakukan penyerangan kepada rakyat sipil. Melanggar Statuta Roma, yaitu kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida, serta Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Senjata Konvensional Tertentu 1980 dengan menggunakan bom fosfor.

Melihat intervensi serta penyerangan pada rakyat sipil Palestina sangatlah memprihatinkan. Hal ini dapat dihentikan bila negara di dunia sepakat adanya genjatan senjata dan berupaya agar Israel ditarik dari Palestina, serta diberi hukuman sebagai penjahat perang berdasarkan HHI. Kondisi saat ini negara-negara yang pro pada kemerdekaan Palestina telah memulai aksinya, seperti tidak lagi menggunakan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel, dengan total lebih dari 120 produk diboikot di Indonesia dan Internasional. Selanjutnya, Progressive International Luncurkan Situs Watermelon Index yang dirancang sebagai alat perlawanan pekerja terhadap pendudukan dan genosida Israel di Palestina dengan mengungkap lebih dari 400 perusahaan yang terlibat dalam berbagai sektor dengan Israel. Bahkan, meluncurkan serangan langsung kepada Israel.

Kenyataan yang menyedihkan dalam perang ini adalah Amerika Serikat sebagai negara super power justru mendukung Israel dalam perang dengan Palestina. Bahkan, Amerika Serikat menolak resolusi agar Israel menghentikan pendudukan atas wilayah Palestina. Bila hal ini dibiarkan tanpa adanya sanksi terhadap Amerika Serikat maka perang antara Israel dan Palestina tidak akan bisa dihentikan. Alangkah mirisnya nasib rakyat Palestina yang dari hari ke hari menghadapi suasana yang mencekam akibat perang dan harus bersiap diri mencari perlindungan pada tempat yang mereka anggap aman. Pada kenyataannya dimanapun tempat di Palestina tidak ada yang aman dari serangan tentara Israel. Apakah mungkin hak veto yang dimiliki Amerika Serikat dicabut dengan alasan ini? Bagaimana mungkin negara yang diharapkan menjadi juru damai di PBB justru membuat rusuh dengan tindakannya yang selalu mendukung Israel.

Siapakah yang dapat menjadi penyelamat bagi rakyat Palestina yang jelas-jelas akan dimusnahkan dari muka bumi? Sebenarnya ini merupakan agenda bagi semua negara di dunia, untuk apa adanya PBB bila mengendalikan dominansi dari Amerika Serikat pada kenyataannya tidak mampu. Negara-negara Arab juga seakan-akan menutup matanya terhadap penderitaan yang dirasakan oleh rakyat Palestina. Seandainya mereka kompak tidak menjual bahan bakar minyak pada Israel maka otomatis Israel tidak mampu menggerakkan senjata perangnya sedahsyat sekarang ini. Hanya bantuan dari Sang Penciptalah yang mampu mengubah nasib rakyat Palestina.

Oleh sebab itu, untuk menghentikan konflik antara Israel dan Palestina perlu adanya tindakan tegas dari PBB yang tidak didominasi oleh negara manapun untuk melakukan genjatan senjata. Israel perlu diberi sanksi atas pelanggarannya terhadap hukum internasional dan ditarik dari wilayah Palestina. Namun, untuk saat ini cara yang dapat dilakukan adalah dengan tetap melakukan gerakan dan aksi solidaritas mendukung Palestina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline