Lihat ke Halaman Asli

Az Zahra Putri

Mahasiswa Universitas Jember

Badai Ekonomi saat Pandemi Covid-19, Jepang Diterjang Resesi Ekonomi

Diperbarui: 5 April 2023   04:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi Covid 19 silam telah menyisakan banyak sekali dampak yang terjadi dalam ekonomi global. Salah satunya yaitu resesi ekonomi dalam suatu negara yang dipicu oleh adanya bencana yang tak terduga seperti pandemi covid 19 yang terjadi pertama kali pada tahun 2020. Resesi didefinisikan sebagai  suatu kondisi di mana terjadi penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi selama jangka waktu yang cukup lama, seringkali  berlangsung selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun. Penurunan aktivitas ekonomi ini biasanya diukur dengan indikator-indikator seperti produk domestik bruto (PDB), tingkat pengangguran, dan produksi industri. Sederhanya, yaitu kondisi perekonomian suatu negara mengalami peurunan dan sedang mengalami kondisi yang memburuk. Dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengarah kea arah negative way, tingkat pengangguran meingkat secara signifikan, serta kondiri pertumbuhan ekonomi yang menilai negatif dalam kurun waktu dua kuartal berturut -turut.

Resesi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan permintaan konsumen, ketidakstabilan pasar keuangan, krisis finansial, krisis politik, atau perubahan struktural dalam ekonomi. Dampak dari resesi bisa sangat merugikan bagi masyarakat, seperti pengangguran yang meningkat, penurunan pendapatan, dan penurunan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah seringkali melakukan upaya-upaya untuk mengatasi resesi dan memulihkan perekonomian.

Dilansir dari BBC, Senin (18/5/20),  Jepang yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar ketiga di di dunia mengalami goncangan untuk kesekian kalinya. Penurunan terbesar sejak 2015 terjadi dalam periode Januari hingga Maret 2020 dengan angka minus 3,4% yang dibandingkan dengan perbandingan tahun lalu. Tepat setahun sebelumnya yakni 2019 Jepang juga mengalami pertumbuhan yang mencapai minus 6,4% yang dipicu oleh kenaikan pajak penjualan dan adanya bencana Topan Hagibis. Dalam kasus ini pertumbuhan ekonomi jepang terus minus selama dua kuartal berturut-turut dan dapat di resmikan sebagai resesi ekonomi.

Pandemi Corona 2019 (COVID-19) telah memberikan dampak signifikan pada ekonomi global, termasuk Jepang. Di tahun 2020 pada kuartal pertama, ekonomi Jepang mengalami kontraksi sebesar 7,9%. Hal ini   merupakan penurunan terbesar dalam lebih dari satu dekade. Adanya penurunan tersebut dipicu oleh turunnya permintaan dalam dan luar negeri, serta diberlakukannya penutupan bisnis dan industri untuk mengurangi risiko penyebaran virus. Beberapa sektor industri seperti pariwisata, restoran, dan hiburan terdampak parah dan juga penurunan pendapatan yang signifikan yang menjadikan Jepang mengalami kelumpuhan ekonomi.

Sebelumnya kita pasti mengetahui bahwa Jepang merupakan negara yang sangat bergantung pada perdagangan internasional, Jepang merasakan dampak dari penutupan batas dan penurunan permintaan global. Di samping itu, kebijakan penutupan dan jarak sosial yang diberlakukan untuk mengendalikan penyebaran virus juga secara bersamaan telah memperburuk situasi ekonomi Jepang. Ini merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat dijadikan acuan mengapa Jepang mengalami resesi ekonomi. Akan tetapi, kondisi ekonomi Jepang masih tergolong  lebih baik dibanding dengan kondisi ekonomi dunia lainnya. China dan Amerika Serikat contohnya, yang telah melaporkan hasil dari pertumbuhan ekonominya dengan nilai minus 6.8,% pada kuartal 1 tahun 2020 sedangkan Amerika Serikat dengan kondisi lebih buruk yakni 4,8% pada Januari-Maret tahun 2020.

Namun demikian, pemerintah Jepang telah mengambil tindakan dan langkah-langkah untuk mengurangi dampak resesi pada ekonomi Jepang;

1. Di bulan April 2020, Jepang memberikan paket stimulus ekonomi senilai 117 triliun yen (sekitar 1 triliun dolar AS) yang mencakup       bantuan finansial bagi rumah tangga dan bisnis, subsidi upah, dan pengurangan pajak.

2. Program Pinjaman Usaha yakni program pemerintah dengan tujuan untuk membantu usaha atau bisnis kecil dan menengah yang  terdampak oleh pandemi. Pinjaman usaha ini memiliki sifat yang rendah bunnga dan fleskibel dan sangat memudahkan pengusaha untuk mengatasi kekurangan dari likuiditas dan menghindari kebangkrutan.

3. Selanjutnya yaitu terdapat Bank of Japan (BOJ) yang juga  mengambil tindakan untuk memperkuat perekonomian Jepang dengan memperkenalkan berbagai kebijakan moneter, seperti mempertahankan suku bunga rendah dan meningkatkan pembelian aset. BOJ juga memberikan dukungan keuangan kepada bank-bank di Jepang untuk memastikan ketersediaan likuiditas.

4. Adanya dukungan keuangan untuk bank-bank BOJ yakni mendukung secara masif keuangan kepada bank-bank Jepang untuk   memastikan ketersediaan dan mengatasi kekurangan likuiditas.

5. Himbauan peningkatan untuk belanja public. Hal ini berdasar kepada himbauan dari pemerintah Jepang untuk meningkatkan  konsumsi dalam negeri dengan membantu menaikkan permintaan domestik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline