Lihat ke Halaman Asli

Az Zahra Putri

Mahasiswa Universitas Jember

Merkantilisme, Kilas Balik di Zaman Penjajahan Belanda

Diperbarui: 15 Maret 2023   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pemahaman terkait merkantilisme pada abad pertengahan. Sebelumnya kita harus mengetahui apa itu merkantilisme. Merkantilisme merupakan sebuah paham ekonomi yang trend di abad pertengahan yaitu abad ke 14 hingga 17. Pemikiran ini beranggapan bahwa kekayaan suatu negara dapat dinilai dari jumlah emas juga perak yang dimiliki oleh negara tersebut. Paham ini berusaha untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi negara dengan membatasi impor, meningkatkan ekspor, dan meningkatkan cadangan emas dan perak. Merkantilisme menjadi landasan bagi banyak negara di Eropa untuk membangun kekayaan dan kekuatan pada saat itu. Negara Eropa dominan menganut paham ini, di masa itu mereka berusaha untuk menguasai sumber daya alam. 

Di Indonesia, merkantilisme mulai diterapkan oleh Belanda sejak mereka menguasai wilayah ini pada abad ke-17. Tujuan utama penerapan merkantilisme adalah untuk memperkaya Belanda dan memperkuat perekonomian mereka serta menambah kekuasaan dengan cara mengorbankan kekuatan nasional saingannya. Agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan sukses, Belanda menerapkan beberapa kebijakan ekonomi yang merugikan rakyat Indonesia.

Ada beberapa point -- point tentang penerapan kebijakan ini, salah satu nya adalah monopoli perdagangan. Belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah seperti cengkeh dan pala di Maluku serta perdagangan kopi di Jawa. Pada masa ini, tidak ada pedagang asing atau orang Indonesia yang diizinkan untuk berdagang langsung dengan negara lain atau menjual rempah-rempah atau kopi kepada orang lain selain Belanda. Hal ini membuat harga rempah-rempah dan kopi sangat mahal dan membuat rakyat Indonesia kesulitan untuk memperolehnya.

Selain itu, Belanda juga menerapkan sistem tanam paksa atau Cultuurstelsel di Jawa pada abad ke-19. Sistem ini mengharuskan rakyat Jawa untuk menanam tanaman komoditas seperti kopi, teh, dan nilam. Tanaman-tanaman ini kemudian diambil oleh pemerintah Belanda dan dijual ke luar negeri. Rakyat Jawa tidak diizinkan untuk menanam tanaman lain dan harus membeli beras dengan harga tinggi dari pemerintah Belanda. Belanda juga menguasai pengelolaan pertambangan di Indonesia, khususnya tambang timah di Bangka. Mereka melakukan monopoli dalam pengangkutan dan penjualan timah di Indonesia. Hal ini menyebabkan harga timah di Indonesia menjadi sangat rendah dan tidak sebanding dengan pengorbanan para pekerja tambang.

Hal tersebut termasuk dalam point memaksimalkan penggunaan sumber daya dalam negeri dan memonopoli pasar dengan port pokok. Sistem tanam paksa ini membuat rakyat Jawa menderita karena tanaman-tanaman yang mereka tanam tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri tetapi diambil oleh pemerintah Belanda untuk dijual ke luar negeri.

Paham ini mendidik untuk dalam suatu negara pemerintahannya harus mencapai suatu tujuan dengan cara melakukan perlindungan terhadap perekonomiannya melalui ekspor yang onsentid serta mengurangi impor, lebih -- lebih biaya impor dikenakan tarif yang sangat besar.

Jika kita memakai kacamata dengan perspektif sejarah indonesia, merkantilisme Belanda adalah suatu kebijakan yang sangat jelas merugikan rakyat Indonesia. Kebijakan ini membuat rakyat Indonesia terjebak dalam siklus kemiskinan dan ketergantungan pada Belanda. Kebijakan monopoli yang dilakukan oleh Belanda ini membuat Indonesia menjadi negara Indonesia menjadi menderita dan kondisi yang sangat miskin pada masa itu. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Bahkan, rakyat Indonesia pada saat itu mengalami kemiskinan yang sangat parah dan penghisapan sumber daya alam Indonesia oleh Belanda berlangsung selama ratusan tahun.

Dampak dari paham merkantilisme yang diterapkan oleh Belanda di Indonesia masih terasa hingga saat ini. Indonesia masih harus mengimpor banyak produk-produk dari luar negeri, seperti mesin-mesin, elektronik, dan kendaraan bermotor bahkan beberapa komoditas yang dikonsusumsi sebagai bahan pokok sekalipun. Hal ini terjadi karena Indonesia belum mampu memproduksi produk-produk tersebut secara mandiri.

Namun, seiring dengan perkembangan paham kapitalisme, merkantalisme semakin ditinggalkan dan mulai meredup pada saat menuju abad ke 18. Mahzab merkantilisme meredup ditandai dengan munculnya mahzab fisiokrat yang muncul pertama kali di Prancis di awal tahun 1756. Kaum merkantilis beranggapan vahwa konsep dari kesejahteraan berdasarkan pada jumlah kekayaan stoke mas negara serta neraca perdagangan yang surplus. Maka dari itulah kebijakan utaa dari pemerintah ialah mendorong ekspor dan membatasi impor. Kapitalisme mempercayai bahwa sistem ekonomi harus saling menguntukan indvidu, peran negara tidak sebagai pelaku ekonomi akan tetapi menjamin kemakmuran untuk tiap individu agar mendapatkan kekayaan. Perkembangan kapitalisme inilah yang kemudian mempengaruhi kehidupan ekonomi dunia pada saat ini, dimana negara hanya berperan dalam merumuskan kebijakan - kebijakan dan tiap individu yang diberi jaminan.

Sampai saat ini, pengaruh dari akibat merkantilisme di  kehidupan modern saat ini jarang kita temui dan  sudah tidak berlaku karena digantikan oleh sistem ekonomi pasar bebas yaitu (kapitalisme). Dapat kita putuskan bahwa, paham merkantilisme yang diterapkan oleh Belanda di Indonesia pada masa penjajahan berdampak negatif pada perekonomian Indonesia. Indonesia harus memperkuat sektor industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor agar dapat memperbaiki perekonomian Indonesia secara keseluruhan serta perdangangan internasional memfokuskan tujuan politik dari merkatilisme yang berupaya untuk memperluas ekspor dan meminimalisi impor dan kelebihan ekspor yang dapat dibayarkan dengan logam mulia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline