Ia menyadari, masa-lalunya adalah sebuah kisah. Rindunya ingini segera menjumpaimu. Yang ia ingat, kepergianmu hanyalah masalah waktu, berjalan dan berlalu. Namun rindumu masih menjadi perdebatannya di kepala.
"Bagaimana bila berdamai saja?" Ia ulang-ulangi di hati. Kau pun sebenarnya menginginkan hal yang sama. Namun jeda waktu, seperti memberi sebuah pilihan. Meski ragu. Dan Ia maupun kau memilih membisu. Hahahaha. Ia terkadang menyadari perihal kebodohannya ketika itu.
Entah, kau seperti meragukan beberapa hal. Hal yang terpenting adalah tentang keberanianmu menemui hati dan membawanya. Lalu tidak dengan kembali. Kau dan satu langkah sebelum sampai. Seperti telah meyakini yang tetap teguh. Meski kau rapuh.
Ia terus saja meneguhkan hatinya yang gelisah, "Aku ingin. Aku rindu." Namun yang telah terjadi tinggallah sebuah kisah. Kenyataan memang begitu. Seperti tanpa manis, pahit selalu. Meski yang dijalani hanyalah masa-lalu.
Menekuni bahasa mata dan hati. Kau dan Ia setia meramaikan hati yang sepi. Masing-masing, sama-sama ingin, namun bunyi jarum jam di tengah-tengah malam dibiarkan saja sunyi. Sia-sia tanpa arti. Aduh. Hati mengaduh. Sama-sama gaduh. Sama-sama pilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H