Tulisan ini sebenarnya terinspirasi dari sebuah artikel yang membahas tentang olokan Puan Maharani kepada rakyat miskin walau dalam kondisi bercanda. Sebab rupa-rupanya, hari ini masyarakat secara tak sadar, sedikit demi sedikit seakan diajak kembali ke zaman kapitalisme. Padahal, negri ini lebih membutuhkan perhatian dan penguatan rakyat lemah untuk meningkatkan pendapatan per kapita yang merata; bukannya malah penguatan kantong mereka yang duduk di belakang meja saja.
Hari ini kita melihat bebagai ketimpangan sosial terutama setelah MEA masuk ke Indonesia. Di Kota saya sendiri, saya sudah benar-benar merasakan bagaimana hampir seluruh bangunan yang dipinggir jalan disulap menjadi ruko atau pasar agar kebutuhan yang semakin banyak ini tercukupi. Namun, bagaimana dengan petani dan nelayan yang tak membuka ruko di pinggir jalan?
Memang sebenarnya wacana ini sudah dibahas sejak lama, dan dari pemerintah daerah sendiri telah menangani masing-masing penguatan pertanian atau perikanannya di bawah naungan kementrian. Hanya saja, sebuah hal yang masih miris kita rasakan jika negara yang terkenal sebagai negara 'agraris' ini ternyata malah menekan petaninya dengan selalu membawa isu impor beras. Negara yang dikenal sebagai negara maritim ini ternyata belum penuh memberikan perhatiannya kepada nelayan yang perairannya senang dicemari bangunan megah. Padahal, jika kita renungi, pihak yang paling berhak mendapatkan upah besar adalah petani dan nelayan. Nyatanya, yang mungkin lebih besar meraup keuntungan adalah perusahaan atau usahawan yang membeli hasil petani dan yang mengotori lautan nelayan.
Di tengah hiruk pikuk MEA, tentunya solusi impor bahan baku bukanlah satu-satunya jalan bijaksana jika petani dan nelayan tidak dikuatkan usahanya. Jika seperti ini terus, negri ini benar-benar hanya menjadi negri yang konsumtif dan tidak produktif, hanya terus-menerus berada di tingkat 'negara berkembang'. Menurut saya, sebenarnya, yang membuat negri ini mampu menjadi negara berkembang adalah tanah dan lautnya yang sangat baik. Jika tanah negri ini seperti tanah di Afrika sana, walau banyak bangunan tinggi dan pengusaha berjas, mungkin sedikit saja pebisnis yang mau melihat kepada negri ini. Tapi malah mereka yang berprofesi mengelola tanah dan laut negri untuk dapat dimakan oleh masyarakatnya yang hidup paling menderita.
Bukan hanya sekadar ide saja, proposal saja yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktifitas walau memang hal tersebut penting. Tapi juga bagaimana kerja dan aplikasi ide dan proposal tersebut. Hari ini, jika semua orang hanya ingin kerja di balik meja, hanya ingin menjadi PNS yang membantu rakyat, lalu siapa yang akan menjadi rakyat yang mengelola sawah dan laut? Siapa yang akan menjadi petani dan nelayan? Maka, penguatan mindset masyarakat berupa lahan kerja menjadi petani dan nelayan bisa membuahkan hasil yang banyak (misalnya: pengelolaan tambahan upah atau kalau di PNS mungkin sebutannya gaji 13 kah dan semisalnya) tentu bisa diterapkan agar banyak pula orang-orang yang brupaya menjadikan diri mereka petani dan nelayan dan mampu meningkatkan pengelolaan negri ini.
Mungkin itu adalah sedikit luapan perasaan saya terhadap kondisi negri ini yang tentunya saya yakin kita semua masih terus belajar untuk meningkatkan kualitas negri ini.
Sekian dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H