Beberapa waktu yang lalu, PerDIK (Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan) melakukan riset ketersediaan anggaran dan aksesibilitas penyandang disabilitas di Kota Makassar selama kurun waktu 2017-2019. Laporan yang dimuat dalam 'CITRA INKLUSI KOTA MAKASSAR : Laporan Hasil Analisis Anggaran Pemerintah Kota Makassar 2017 -- 2019' menunjukkan beberapa poin krusial yang kurang dilirik pemkot Makassar, seperti ketersediaan anggaran yang kian berkurang setiap tahun dan masih kurangnya akses difabel terhadap fasilitas publik.
Dalam laporan risetnya selama dua tahun terakhir, PerDIK memberikan dua indikator untuk mengukur keberpihakan Pemerintah terhadap kehadiran difabel, yaitu alokasi anggaran yang disediakan dan partisipasi masyarakat difabel terhadap proses perencanaan pembangunan, termasuk ketersediaan sarana prasarana ramah difabel di Kota Makassar.
PerDIK memfokuskan risetnya pada 7 sektor pembangunan yang membutuhkan perhatian lebih Pemkot Makassar, yaitu pada bidang Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan umum, Perlindungan Sosial, Perempuan dan Anak, Kependudukan dan Pencatatan sipil, serta Olahraga.
Ketersediaan alokasi anggaran untuk difabel dianggap menjadi hal yang penting, "Hal ini untuk melihat sejauh mana perhatian pemerintah kota dalam memenuhi hak warganya yang difabel. Serta apakah pemerintah telah menjalankan amanat Peraturan Daerah Kota Makassar Nomer 6 tahun 2013 serta Peraturan Walikota Nomer 61 tahun 2015 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas" tegas PerDIK.
Dalam laporan tersebut, ketujuh sektor publik diatas mengalami pemangkasan anggaran beberapa persen dalam dua tahun terakhir. Hal ini disebabkan ditahun 2019 Pemkot Makassar lebih memfokuskan penganggaran untuk belanja modal, berbeda dengan tahun 2017 dan 2018 yang lebih diarahkan pada belanja barang dan jasa.
Pengadaan sarana prasarana di tahun 2019 lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada tahun 2017 dan 2018, Pemkot Makassar terlihat lebih menekankan pada pengadaan fasilitas dan beberapa program yang bersinggungan dengan kehadiran difabel, seperti pengadaan trotoar, rehabilitasi sekolah, program KUPAS TAS, dan berpartisipasi dalam Porda Kabupaten Pinrang. Walaupun ada beberapa program pembangunan yang berlangsung di tahun 2019, namun sebagian besarnya lebih kepada perawatan dan perbaruan data.
Meski begitu, anggaran untuk difabel dinilai masih sangat minim. Di beberapa sektor seperti pendidikan, perempuan dan anak, dan perlindungan sosial anggarannya sangat sedikit, bahkan nyaris tidak ada sama sekalli.
Bidang pendidikan contohnya, dari keseluruhan anggaran pada tahun 2017 dan 2018 yaitu sekitar 25% dari APBD ( sekitar Rp. 824.683.243.950), dinas pendidikan hanya mengalokasikan 0,021% dan 0,018% untuk kebutuhan pendidikan masyarakat difabel. Pada tahun 2019 terdapat peningkatan anggaran dibidang pendidikan, sebab adanya program relokasi sekolah. Dalam program ini, PerDIK menekankan agar pemkot lebih memerhatikan kemampuan akses masyarakat difabel terhadap sarana pendidikan.
Sektor lain yang bernasib serupa dengan pendidikan adalah bidang perlindungan sosial dan bidang perempuan dan anak. Kedua bidang ini dinilai belum memprioritaskan kebutuhan difabel dalam pertimbangan pengalokasian anggarannya. Selain penganggaran yang belum signifikan perubahannya, kedua dinas yang memiliki keterkaitan erat dengan masyarakat difabel ini dinillai belum secara signifikan memberi pelayanan kepada penyandang disabilitas, termasuk pemenuhan hak dan perlindungan Kelompok difabel bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.
PerDIK juga memerhatikan ketersediaan dan aksesibilitas sarana-prasarana yang disediakan Pemkot kepada masyarakat berkebutuhan khusus di Kota Makassar. Dalam dua tahun terakhir, terdapat beberapa program pengadaan dan perbaikan fasilitas yang berjalan seperti pengadaaan trotoar, perbaikan sekolah dan prasarana pendukung.
Meski begitu, perDIK telah memberikan masukan kepada pemkot agar lebih memerhatikan kelayakan fasilitas tersebut, seperti trotoar jalan ramah difabel yang di beberapa tempat justru masih belum layak digunakan karena terdapat tiang listrik, baliho, pohon, termasuk halte bus yang menghalangi mobilitas penyandang disabilitas.