Lihat ke Halaman Asli

Alexis dan Kedewasaan dalam Berpolitik

Diperbarui: 2 November 2017   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alexis Lantai 7. Sumber Foto Kompas.com

Banyak orang yang sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa dalam pertarungan politik harus siap kalah dan harus siap menang. Namun kenyataannya sedikit politisi atau pendukungnya yang siap untuk kalah. Orang-orang seperti ini hanya ingin menang, tidak siap untuk kalah.

Salah satu contoh nyata yang dipertontonkan pada kita saat ini adalah bagaimana perdebatan penutupan Alexis oleh Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan. Anis dan Sandi, yang baru saja dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2017, setelah mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat membuat gebrakan di Jakarta.

Gebrakan Anis -- Sandi dengan menutup tempat hiburan Alexis yang selama ini meresahkan masyarakat Jakarta, sebenarnya bukan tak terduga. Jauh-jauh hari, bahkan ketika masih kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Anis sudah menyampaikan kalau dia terpilih akan menutup tempat Alexis yang dikenal masyarakat sebagai tempat maksiat papan atas ibukota itu.

Anis -- Sandi tidak memperpanjang izin tempat hiburan malam Alexis dan kemungkinan akan menutup tempat hiburan tersebut tentu bukan tanpa pertimbangan matang. Mereka sudah memikirkan secara baik dengan data-data dan fakta yang ada. Hal terpenting dari penutupan Alexis oleh Pemda DKI Jakarta secara subjektif tentu demi mewujudkan sumpah mereka sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

"Demi Allah saya bersumpah, akan memenuhi kewajiban saya sebagai gubernur dan wakil gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya."

Saya berpendapat bahwa perdebatan tentang penutupan Alexis ini menjadi begitu panjang karena ketidakmatangan masyarakat Indonesia dalam berpolitik. Politik sebagai tempat pertarungan berbagai ideologi, berbagai pendapat dan keinginan ini tentu tidak bisa mengakomodir semua pihak. Kekalahan dalam panggung politik harus diterima dengan baik agar tidak mengorbankan masyarakat.

Jika yang kalah dalam kontestasi politik ini tidak legowo,tentu mereka akan merecoki kepemimpinan yang sah secara demokrasi. Saya menyesalkan ketidaksiapan Djarot Saiful Hidayat (PDI Perjuangan) untuk kalah misalnya. Pertanda tidak siapnya Djarot untuk kalah bagi kami masyarakat awam ini terlihat dari ketidakhadiran beliau pada pelantikan Anis -- Sandi beberapa waktu lalu. Pada hari pelantikan Anis -- Sandi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Djarot memilih untuk pergi liburan.

Bentuk ketidaksiapan menerima kekalahan lainnya adalah, jika dilihat dari politisi/partai politik pendukung Ahok -- Djarot adalah dengan menyerang membabi buta langkah yang ditempuh Anis -- Sandi dalam membangun DKI Jakarta. Di televisi-televisi nasional, khususnya televisi-televisi pendukung Ahok -- Djarot politisi-politisi itu memberi statamen yang mengecam tindakan Anis -- Sandi menutup tempat hiburan Alexis.

Langkah tersebut seolah keberpihakan partai-partai pendukung Ahok -- Djarot pada kehadadiran tempat maksiat di DKI Jakarta itu. Barangkali mereka tidak bermaksud begitu, namun realitasnya, karena yang menutup tempat hiburan tersebut adalah lawan politik mereka, maka sikap itu ditentang habis-habisan.

Hal ini tentu saja gejala buruk bagi demokrasi di Indonesia. Sikap siap untuk menang tanpa merendahkan yang kalah adalah bentuk kedewasaan berpolitik. Sikap mampu menerima kekalahan juga adalah bentuk kedewasaan dalam berpolitik. (asm)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline