Saya tidak tahu tangan Tuhan yang mana yang menggerakkan hati saya untuk mengikuti ajakan sahabat R. Muhammad Mihradi, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan, untuk berkunjung ke rumah Idang Rasjidi di Bogor.
Sore itu Erha Limanov, manager program Ngopi Buku, mengabarkan bahwa sebenarnya Bang Idang, --begitu musisi legendaris Indonesia itu kami panggil-- sebenarnya ingin menghadiri bedah Novel Cindakudi Warung Hitz di Jalan Pajajaran, Bogor Minggu Sore 26 Februari 2017 itu. Tapi karena masih ada tamu di rumahnya, Bang Idang tidak jadi datang.
Dengan dua motor, kami menuju rumah Bang Idang dari Warung Hitz. Saya masih menduga-duga mengapa Mihradi mengajak saya ke rumah musisi itu, padahal yang saya tahu Idang Rasjidi mencurahkan minat dan hidupnya untuk Musik Jazz, tidak ada hubungannya dengan dunia sastra yang saya geluti. Sesampai di rumah Bang Idang, saya sudah langsung bisa menebak bahwa rumah ini memang dibangun sebagai bagian dari peradaban.
Di depan rumah Bang Idang, ada sebuah panggung yang cukup luas yang menurut keterangan Limanov sering digunakan untuk acara-acara pertunjukan musik Jazz dan acara budaya lainnya. "Ini adalah ruang publik yang sangat penting bagi keberadaan sebuah kota yang sehat, pemiliknya tentu manusia yang peduli urusan 'manusia'"pikir saya.
Benar saja, ketika kami masuk ke rumah Bang Idang, lelaki 63 tahun itu tersenyum sumringah menyambut kedatangan kami. Dia berdiri menyalami kami. "Ini anak-anak Sumatra, tadi baru saja selesai bedah novel di Ngopi Buku," begitu Limanov memperkenalkan saya dan Rizki kepada Bang Idang.
Sore itu kami berdualah yang baru pertama kali berkunjung ke rumah itu. Mihradi dan Limanov sudah bertahun-tahun "mencuri ilmu" di rumah Bang Idang.
"Wah, Sumatra," kata Bang Idang seperti mengingat masa lalunya.
"Begini, coba dengar ya, ini Bang Idang ini sudah menjelajahi Bangkinang sampai pedalamannya dengan sepeda motor. Bang Idang sudah menjelajahi Pasir Pangaraian sampai Lubang Kalam ketika daerah itu masih hutan belantara," kisahnya memulai cerita.
"Kalau di Padang, Bang Idang sudah menjelajahi daerah itu ketika Azwar Anas masih menjadi Dirut PT. Semen Padang," lanjut lelaki yang menjadi tokoh penting bagi kelahiran ASKI Padang Panjang (sekarang ISI Padang Panjang) itu.
Tentang Padang Panjang, dia fasih bicara tentang tempat-tempat makan yang enak di kota itu. Tidak hanya Sate Mak Syukur, tetapi dia lebih suka makan Sate Padang di dalam Pasar Padang Panjang. Bahkan Bang Idang tau dimana tempat penjual ampiang dadiah (makanan fermentasi terbuat dari susu kerbau) yang lezat di Pasar Padang Panjang. Ia hafal liku-liku pasar tradisional di kota kecil yang dingin itu.
Kesetiaan Pada Musik