Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Rapsodi

Diperbarui: 21 Oktober 2017   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Maria Cherry. Sumber www.agenda 18.web.id.

Ini lantunan lagu dari irama yang sudah jalin menjalin. Si Dullah yang sudah beberapa waktu meringkuk dalam penjara mulai berdamai dengan kenyataan. Ia dipenjara. Walau kadang ia masih mengajukan pertanyaan pada dirinya sendiri. Mengapa ia yang dipenjara? Sementara banyak orang yang berdosa? Sudahlah Dullah, berdamailah. Dendangkanlah lagu-lagu rindu pengobat sepimu.

Trak.., treng..teng...

Suara jeruji besi dibuka. Gembok besi besar berbenturan dengan besi-besi tua yang sudah hitam sehitam nasib petugas penjara itu.

"Masuk...," kata petugas itu pada seorang lelaki muda yang tertunduk dengan wajah lesu.

Pintu penjara ditutup kembali. Terdengar suara yang sama benturan gembok besar dengan jeruji besi. Si Dullah terdiam sesaat. Ia lihat lelaki muda itu masih terpaku di depan pintu penjara. Dia tidak beranjak dari depan jeruji besi, kakinya seperti kaku.

"Ayo..., duduklah di sini, istirahatlah sejenak," ajak Si Dullah.

Laki-laki itu mengikuti ajakan Si Dullah. Si Dullah kembali mendendangkan lagu mengusir sepi. Beberapa saat, dia lihat lelaki itu masih menunduk seperti memikirkan sesuatu.

"Kenapa kau masuk penjara?" kata Si Dullah setelah menghentikan dendangnya.

"Berantem dengan anggota DPR," jawab laki-laki itu.

"Oh iya, kita belum kenalan," kata Si Dullah sembari mengulurkan tangan dan menyebut namanya. Padahal dia sedang menguasai dirinya karena kaget dengan jawaban laki-laki itu.

"Buyung," jawab lelaki muda itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline