Lihat ke Halaman Asli

Azwar Abidin

A humble, yet open-minded wordsmith.

Kode Etik Berdiskusi: Bagian Satu

Diperbarui: 9 Agustus 2021   18:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Credit: Pexels.com

Menguasai sebuah kemampuan bukan hanya soal pembiasaan. Ada prinsip dan standar yang mesti diperhatikan dan ditaati. Termasuk kemampuan menjalin komunikasi ketika terlibat dalam sebuah diskusi. Ruang interaksi yang semakin terbuka dan bebas seperti media sosial dan forum kajian, tidak membuat setiap orang mampu mengindahkan kaidah dan etika yang berlaku.

Ruang diskusi tidak lagi menjadi media menemukan solusi atau bagaimana menjadi saling mengerti. Bukannya fokus pada topik bahasan, yang terjadi malah saling berbalas hinaan dan saling merendahkan. 

Sebagai orang terdidik, Mahasiswa(i) sudah seharusnya menunjukkan contoh yang baik dalam berdiskusi. Selain menegaskan derajat orang berpendidikan, juga sebagai teladan bagi masyarakat.

Edward Damer dalam Attacking Faulty Reasoning: A Practical Guide to Fallacy-Free Arguments menjabarkan beberapa kode etik bagi kaum intelektual yang ia sebut sebagai A Code of Intellectual Conduct sebagai panduan menjalankan diskusi bersama orang lain. Kode etik tersebut bukan hanya menyebutkan prinsip tetapi juga standar yang mesti ditaati ketika seseorang terlibat dalam diskusi. Jabaran itu menuntun pada bagaimana melakukan diskusi rasional yang efisien dan efektif.

Selain itu, kode etik ini juga menyebutkan pentingnya seseorang untuk bersikap terbuka terhadap wawasan baru dan siap mengakui batas dari pengetahuan yang dimilikinya. Diskusi yang rasional juga mesti mengantisipasi penggunaan istilah ambigu atau tidak secara tepat mewakili argumen. Hal yang dalam istilah umum disebut akal-akalan dengan tujuan ingin mengaburkan masalah yang sedang dibahas.

Kode etik merupakan rambu yang menuntun pada konstruksi argumen bebas cacat pikir. Ia juga menunjukkan kedewasaan sikap seorang intelektual ketika melakukan interaksi mutual antar sesama. Secara umum, panduan itu juga mencakup kriteria dari argumen yang baik serta cara berargumentasi yang bisa menghasilkan diskusi yang efektif. Kode etik intelektual, sebagaimana disebut, memuat standar prosedural dan standar etis.

Prosedur standar dari kode etik menjelaskan aturan main mendasar dari jalannya diskusi. Pada hakikatnya, aturan ini tidaklah paten dan kaku. Namun secara umum, jika benar diterapkan, akan membantu mereka yang terlibat dalam diskusi untuk fokus mencari solusi atau membangun resolusi terhadap isu yang sedang dibincangkan. Ringkasnya, aturan ini merupakan formalitas dari cara-cara efektif yang selama ini dianggap berhasil menyelesaikan masalah.

Perilaku seorang intelektual dapat dikenali dari sikapnya menjauhi perselisihan dan lebih memerhatikan muatan argumen. Oleh karena itu, mereka selalu mengevaluasi penilaian mereka terhadap sesuatu dan terbuka merevisi kepercayaan bila memang terdapat bukti baru atau argumentasi yang lebih konsisten dengan prinsip-prinsip yang melandasinya.

Kode etik juga meregulasi adab seorang intelektual. Diskusi yang sehat menuntut perlakuan adil untuk semua peserta. Hak kebebasan berekspresi mesti dibarengi standar etis dalam hal menghargai sesama. Setiap pendapat layak dinyatakan secara terbuka dan setiap pernyataan layak dipertahankan melalui argumentasi. Diskusi mengolah ide, bukan tentang siapa yang mengutarakannya.

Diskusi melibatkan setidaknya dua peserta dengan dua sisi berbeda terhadap sebuah ide. Diskusi dapat pula melibatkan pertentangan ide pada suatu topik perbincangan. Apapun bentuknya, diskusi akan selalu mengembangkan ide. Sehingga untuk memastikan ide terus berkembang, masing-masing peserta diskusi mesti memastikan diskusi tetap berjalan dengan mematuhi kode etik intelektual berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline