Apapun yang kita lakukan, di manapun kita berada, tak dapat kita pungkiri bahwa kita tidak bisa terlepas dari teknologi. Demikianlah komentar Martin Heidegger ketika memulai ulasannya di The Question Concerning Technology. Sebab tak ada lagi pilihan untuk melepaskan diri dari teknologi, yang dapat kita lakukan agar teknologi itu tidak justru menguasai kita adalah dengan menjaga jarak darinya.
Sayangnya, sudut pandang dalam memahami pemanfaatan teknologi justru membutakan pandangan kita akan fungsi dan tujuan dari teknologi itu sendiri. Umumnya, teknologi kita jadikan sebagai syarat untuk mencapai tujuan tertentu. Entah sebagai sarana yang memungkinkan suatu usaha dilakukan atau sebagai fasilitas yang memberikan kemudahan.
Secara etimologis, bangsa Romawi memahami teknologi dari sudut pandang kausalitas dari nomina causa dengan bentuk verba cadere yang berarti jatuh. Jadi sebuah akibat itu dijatuhkan dari peristiwa yang terjadi sebelumnya. Bangsa Yunani memahaminya dari sudut pandang berbeda yakni kebergantungan dari kata aition yang berarti bergantung. Bahwa sebuah akibat itu bergantung pada hal lainnya.
Sebuah kacamata dibuat, dari sudut pandang kausalitas, karena kebutuhan untuk mengatasi pandangan yang rabun. Demikian pula smartphone dibuat karena pemakai ingin satu perangkat portabel yang mampu melakukan banyak hal tanpa merepotkan. Perangkat teknologis itu dibuat untuk mengatasi suatu persoalan yang muncul dan menjadi akibat mengapa perangkat itu perlu dibuat.
Dari sudut pandang kebergantungan, kacamata tadi hanya bisa dibuat karena adanya kaca sebagai bahan dasarnya (akibat material), pembuat dengan keahliannya (akibat efisien), konsep tentang bentuk dan ukuran (akibat formal), hingga fungsi dan tujuan mengapa sampai kacamata itu dibuat (akibat final). Bagi yang terbiasa dengan tradisi nalar Aristoteles, sudut pandang ini tentu tidak asing.
Terhadap sudut pandang kebergantungan ini, Martin Heidegger memandang bahwa tidak semua akibat diciptakan setara. Dari keempat akibat yang disebutkan di paragraf sebelumnya, akibat efisien yang diberikan oleh pembuat dengan keahliannya menempati posisi paling menentukan. Ketiga akibat lainnya; material, formal, and final bergantung pada dan tidak akan berguna tanpa peran pembuatnya.
Keahlian yang dimiliki oleh pembuat kacamata membuat ketiga akibat lainnya termanifestasikan kapasitas dan potensinya. Tanpanya, bahan dasar hanya akan berserakan begitu saja sehingga tidak akan mungkin menemukan bentuk dan ukuran yang sama sekali baru. Akibat itu kemudian memberikannya fungsi dan tujuan baru yang menyesuaikan bentuk dan ukurannya.
Nah, manifestasi kapasitas yang diwujudkan oleh peran pembuat dengan keahliannya inilah yang merupakan esensi dari sebuah teknologi. Hal itulah yang merangkum keempat akibat yang memunculkan suatu perangkat teknologis dan mengatur aspek pemanfaatannya. Sehingga, bagi Heidegger, teknologi tidak sekadar menyediakan sarana dan fasilitas namun juga sebagai usaha untuk memaknai cara bagaimana kita hidup.
Teknologi merupakan turunan dari kata techne yang dalam Bahasa Yunani berarti membuat atau memoles. Kata ini terkait erat dengan kata episteme yang berarti mengetahui.
Aristoteles membedakan kedua kata itu berdasarkan objeknya. Jika episteme bermakna menyingkap suatu objek yang sudah ada maka techne bermakna menyingkap suatu objek yang belum pernah ada sebelumnya. Jadi techne lekat dengan makna menemukan sesuatu yang baru.
Jadi pembuat kacamata tidak sekadar membuat kacamata namun juga menemukan kebutuhan yang berkaitan dengan pemanfaatannya. Pengguna kacamata juga akan langsung mengenali benda itu sebagai kacamata karena fungsinya telah disesuaikan sedemikian rupa berdasarkan bentuk dan ukurannya.