Lihat ke Halaman Asli

Azwar Abidin

A humble, yet open-minded wordsmith.

Memahami Peran Perangkat Teknologis, Ulasan "Dunia Pasca-Manusia" oleh Budi Hartanto (Bagian Satu)

Diperbarui: 25 Agustus 2019   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Bahan bacaan yang mengulas hubungan kita dengan perangkat teknologis (dalam kerangka kajian filsafat teknologi) bukan hanya terbatas namun juga sulit ditemukan. Buku yang membahas tema-tema kontemporer filsafat teknologi dengan judul Dunia Pasca-Manusia yang ditulis Budi Hartanto ini saya temui di Gramedia Mall Panakkukang Makassar pada tahun 2013 lalu. Hanya tersisa sebuah dan semenjak itu saya tak lagi pernah menemukannya.

Bagi saya, apa yang menjadi bahasan buku ini sangat menarik. Meski penjelasannya cukup rumit, istilah-istilah dari filsuf yang dikutip terkadang memaksa saya untuk mengeluarkan jurus cross-reading; teknik membaca dengan menghadirkan buku yang dirujuk oleh buku yang sedang dibaca. Oleh sebab bahasan yang sangat padat, ulasan kali ini hanya menyasar bagian awal buku ini: instrumentarium.

Budi Hartanto bertolak dari kritik eksploratif Don Ihde terhadap fenomenologi warisan Edmund Husserl dan Martin Heidegger. Kritik itu melahirkan Posfenomenologisme yang menyediakan cara pandang yang dapat membantu kita memahami realitas yang termediasi. Mediumnya adalah teknologi yang kemudian memunculkan poesis; seni mengungkapkan pembacaan baru.

Perangkat Itu Berciri Instrumen Teknologis

Instrumen teknologis membentuk persepsi kita sejauh kemampuan kita mengembangkan dan memanfaatkannya. Sehingga relasi kita terhadap dunia realitas dapat diukur sedalam pemahaman relasi kita terhadap instrumen yang tidak dapat lagi dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Don Ihde, seperti yang dijelaskan oleh Budi Hartanto, menyebutkan empat bentuk relasi manusia terhadap instrumen teknologi; kemenubuhan, hermeneutis, alteritas, dan latar belakang.

Relasi kemenubuhan mengatasi keterbatasan fisik dalam membaca realitas. Teleskop membantu kita memahami benda-benda langit, mikroskop membantu kita mengenali perilaku organisme tak kasat mata, hingga drone yang mengantar kita menjangkau area yang sulit.

Relasi ini menjadikan teknologi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tubuh malah dapat mensubstitusi kehadiran tubuh. Telepon, misalnya, yang menjadikan suara sebagai ganti dari kehadiran tubuh. Kamera dapat menangkap gambar atau video dari sebuah peristiwa kemudian mengantarkannya melintasi dimensi ruang dan waktu.

Relasi hermeneutis menempatkan teknologi sebagai media pembacaan yang sifatnya perseptual. Meski terlepas dari tubuh namun mewakili kualitas yang dipersepsikan dari tubuh. Seperti termometer yang menegaskan eksistensi perseptual suhu dari tubuh atau foto yang mewakili citra dari tubuh. Relasi alteritas dan latar belakang, di sisi lain, menempatkan teknologi sebagai entitas yang terpisah dari tubuh manusia.

Teknologi transportasi, misalnya, dikembangkan secara terpisah dari tubuh manusia namun ditujukan untuk memudahkan pergerakan (mobilitas) tubuh manusia. Relasi latar belakang bahkan lebih jauh lagi dengan menempatkan teknologi sebagai motor penggerak fasilitas kehidupan manusia yang terkadang tidak disadari secara langsung. Seperti kecerdasan buatan yang membuat mesin bekerja secara otomatis atau menara pemancar sinyal yang memastikan komunikasi nirkabel berjalan mulus.

Dunia yang dihadirkan oleh teknologi disebut realisme instrumental. Konsep ini pun kemudian melahirkan dua macam pandangan terhadap realitas; makropersepsi dan mikropersepsi. Makropersepsi menuntut pembacaan atau interpretasi dari kualitas-kualitas yang disajikan oleh teknologi. Perilaku lingkungan planet Mars yang ditangkap oleh sensor probe, sebagai contoh, memerlukan proses transformasi pengalaman probe tersebut dari para ahli.

Maksudnya, data yang dikirim oleh probe tersebut mesti diterjemahkan oleh para ahli sebelum dapat dikonsumsi oleh publik. Mikropersepsi, di sisi lain, menghadirkan sensasi pengalaman inderawi dan bukan merupakan objek pengalaman itu sendiri. Suara yang dihadirkan oleh telepon bukanlah tujuan utama namun sensasi kebersamaan dari pemilik suara yang seakan hadir menemani di sisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline