Mungkin kita sepakat bahwa selama kita bernapas, kita akan terus belajar. Terutama bagi mereka yang masih berstatus sebagai siswa, mahasiswa, calon guru, atau bahkan guru itu sendiri, kata belajar menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua teori belajar sebenarnya sudah kita terapkan, meskipun seringkali kita tidak menyadari bahwa apa yang kita lakukan sudah memiliki dasar teoritis. Jadi, mari kita eksplorasi lebih dalam tentang dasar dan konsep belajar menurut teori Bruner.
Jerome S. Bruner adalah seorang pakar dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi belajar kognitif. Pendekatannya dalam psikologi bersifat elektik, mencakup berbagai aspek seperti persepsi manusia, motivasi, proses belajar, dan berpikir. Meskipun Bruner tidak mengembangkan teori belajar yang terstruktur, ia menekankan pentingnya cara individu memilih, mempertahankan, dan mengubah informasi secara aktif, yang ia anggap sebagai inti dari proses belajar. Fokus utama Bruner adalah pada bagaimana manusia berinteraksi dengan informasi yang mereka terima dan langkah-langkah yang diambil setelah mendapatkan informasi tersebut untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Bruner menyatakan bahwa proses belajar melibatkan tiga langkah yang terjadi hampir bersamaan. Ketiga langkah tersebut adalah: pertama, memperoleh informasi baru; kedua, mentransformasi informasi; dan ketiga, menguji relevansi serta akurasi pengetahuan yang diperoleh. Informasi baru yang diterima bisa jadi merupakan penyempurnaan dari informasi yang sudah ada sebelumnya, atau bisa juga bertentangan dengan pengetahuan yang telah dimiliki individu.
Jerome Bruner memberikan perspektif baru mengenai cara anak-anak belajar. Ia berpendapat bahwa pembelajaran seharusnya tidak hanya berfokus pada menghafal atau menerima informasi dari pengajar, tetapi merupakan proses aktif di mana anak-anak terlibat secara langsung dan menemukan pengetahuan mereka sendiri. Dalam pandangannya, anak-anak perlu mengalami proses belajar melalui eksplorasi dan penemuan, bukan sekadar mendengar atau membaca. Salah satu konsep penting yang diperkenalkan Bruner adalah scaffolding, yaitu dukungan yang diberikan kepada anak-anak pada tahap awal pembelajaran untuk membantu mereka mencapai pemahaman yang lebih mandiri. Contohnya, ketika mengajarkan konsep matematika baru, seorang guru dapat memulai dengan memberikan petunjuk atau alat bantu yang kemudian secara bertahap dikurangi, sehingga anak-anak dapat memahami konsep tersebut dengan usaha mereka sendiri.
Bruner juga mengemukakan tiga mode representasi dalam pembelajaran enaktif (belajar melalui tindakan langsung), ikonik (belajar melalui gambar atau visualisasi), dan simbolik (belajar melalui bahasa dan simbol abstrak). Ia meyakini bahwa dengan pendekatan yang berfokus pada siswa dan mendorong pembelajaran aktif, anak-anak tidak hanya dapat memahami materi pelajaran dengan lebih baik, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang akan bermanfaat sepanjang hidup mereka.
Pembelajaran aktif memiliki pengaruh yang besar dalam pendidikan anak-anak. Daripada hanya duduk dan mendengarkan penjelasan dari guru, anak-anak diajak untuk berpartisipasi secara langsung dalam proses belajar. Dengan pendekatan ini, mereka diberikan kesempatan untuk bertanya, bereksperimen, berdiskusi, dan mencoba berbagai hal baru yang membuat pemahaman mereka terhadap materi semakin mendalam. Pembelajaran aktif menekankan bahwa belajar bukan hanya sekadar menghafal atau mencatat, tetapi juga melibatkan kemampuan berpikir, menganalisis, dan mengeksplorasi ide-ide yang muncul.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran aktif dapat meningkatkan antusiasme dan motivasi anak-anak, karena mereka dapat mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, saat mempelajari pecahan, mereka dapat mempraktikkannya dengan membagi kue atau buah, sehingga konsep yang awalnya abstrak menjadi lebih nyata dan mudah dipahami. Di sinilah peran guru sangat penting sebagai fasilitator—mereka memberikan arahan tanpa mengendalikan. Dengan cara ini, anak-anak belajar untuk berpikir secara mandiri, memecahkan masalah, dan berkolaborasi. Pada akhirnya, pembelajaran aktif membentuk mereka menjadi pembelajar yang percaya diri dan kritis, kualitas yang sangat berharga untuk masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H