Lihat ke Halaman Asli

Memahamkan Akal, Menangkap Batas

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ada hal yang tak terjelaskan oleh teori.
Seperti kau tak mengenal apa itu dingin dan panas hanya sebatas membacanya dengan sekian celcius tanpa pernah merasakannya dan paham.
Ada banyak hal yang tak bisa diuraikan oleh angka-angka yang pasti.
Ada sesuatu yang tak bisa dimengerti dengan hitungan kualitatif.
Seperti ketika seorang matematikawan John Nash melamar kekasihnya dan bertanya, “Hey, Apakah hubungan kita memerlukan komitmen jangka panjang?. Karena aku membutuhkan semacam data empiris.”
Oh ya. Mungkin kau tertawa betapa scientificnya dia. Dan apa kata cerdas kekasihnya ketika itu;
“Ehmm, bukti. Semacam data yang diverifikas ya. Umm.. oke. Seberapa besar alam semesta?”, tanyanya.
“Tak terhingga.” Kata John.
“Bagaimana kau tahu?”
“Aku tahu karena semua data menunjukkan hal tersebut.”
‘Tapi belum terbukti. Ya?”
“Ya.”
“Bagaimana kau tahu pasti sementara kau belum melihatnya?’’
“Aku tidak. Aku hanya percaya.”
“Mm.Ya. Ini sama dengan cinta, kurasa”.
Maka memang begitulah.
Jika semua hal harus bisa dicerna dengan logika.
Maka mungkin butuh waktu seumur hidup untuk kemudian membuatmu gila.
Atau memilih percaya.
Karena kau pasti tak menyangkal.
Betapa banyak hal yang tak memiliki nilai mutlak.
Lantas apa nilai dari suatu kejeniusan?.
Keberhasilan??. Pembuktian??. Uang ???
Tidak kawan. Tapi PENGAKUAN!.
Ataukah apa ujung dari sebuah pencarian??
Kongkrit. Nyata. ??. Tidak.
“Aku selalu percaya dengan angka. Didalam persamaan dan logika yang mengarah kepada alasan. Tapi setelah pencarian seumur hidup seperti itu. Aku bertanya. Apa sesungguhnya logika itu?. Siapa yang memutuskan alasan?. Pencarianku telah membawaku melalui fisik, metafisik, khayalan, dan kembali. Dan aku telah membuat penemuan terpenting dalam karirku. Penemuan paling penting dalam hidupku. Hanya ada dalam kemisteriusan persamaan cinta. Sehingga setiap alasan logis dapat ditemukan.”
(John Nash, Nobel Prize Ceremony. Stockholm, Sweden. December, 1994)
Tahu apa penjelasan dari kesimpulannya hari itu?.
Serangkaian PENGALAMAN yang memberinya tempat untuk memahami perasaan.
Pengalaman.
Proses.
Itu yang tak bisa kau temukan dari diktat kuliah yang demikian tebal.
Yang isinya telah kau telan mentah-mentah.
Dan justru disitulah.
Ada hal diluar nalar ini yang perlu terjelaskan oleh TINDAKAN.
Perjalanan panjang yang bermuara pada satu hal. KEPAHAMAN.
Dan sekali lagi apa yang benar-benar dibutuhkan dari suatu teori yang selalunya berawal dari ketidak masukakalan?.
Ya. Pengakuan.
Pengakuan yang bermula dari PEMAKNAAN akannya.
Baik diri maupun orang lain. Bahkan Tuhan.
Maka itu pulalah mungkin yang menjelaskan, mengapa para Ustadz sering menasehatkan.
Bukanlah yang terpenting banyaknya ibadah. Tapi makna dari tiap-tiapnya.
Seperti juga ketika Soekarno berteriak lantang.” Berikan saya 10 Pemuda yang Revolusioner, maka saya akan mengguncangkan dunia.!”
Ya. Maka mungkin itulah kenapa kita mengenal kata KUALITAS. yang menerangkan nilai dari suatu yang tak bisa terwakilkan oleh angka.
Maka aku setuju pada mereka yang berprinsip, “mendahulukan kualitas dibanding kuantitas.”
Dan sekali lagi. Karena yang benar-benar dibutuhkan adalah bukan hanya tentang betapa realnya sesuatu, tapi Pengakuan untuk itu.
+ + +
_Rafiqah Ulfah Masbah_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline