Lihat ke Halaman Asli

Politik Bercuaca Kabut

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cuaca politik Indonesia tengah mendung, cenderung berkabut. Mulai dari kursi legislatif yang saling berebut, penetapan ketua partai politik yang saling sikut, kontroversi anggaran daerah yang tak kunjung surut. Hanya ada satu kesamaan dalam kemelut tersebut. Demi rakyat. Benarkah kemelut yang tengah terjadi itu didasarkan atas nama rakyat? demi memperjuangkan kepentingan rakyat?

Seakan tak henti-hentinya para pemangku kepentingan saling hujat demi memperjuangkan kepentingan rakyat. Pertanyaannya adalah rakyat yang mana? Rakyat yang mengikuti keinginan kelompok mereka? Apa saja kepentingan rakyat yang mereka sedang perjuangkan?

Saat terjadi perebutan kursi legislatif antara dua kubu, oposisi dan pro pemerintah, kepentingan rakyat jenis apa yang diperjuangkan? Kepentingan bahwa rakyat harus berpecah pelah, membangkitkan semangat gerakan separatis atau tawuran antar pelajar sehingga jika salah satu kelompok menang, mereka dapat memuaskan keinginan dan kepentingan kelompoknya lalu menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah kelompok superior yang patut dihargai.

Saat pemimpin legislatif dan eksekutif tidak sepaham hingga saling bertikai dengan fitnah dan kata-kata kasar, kepentingan rakyat mana yang sedang mereka perjuangkan? Kepentingan bahwa rakyat menikmati banjir saat hujan turun, macet di jalan bebas hambatan, berdesakan di angkutan umum dan kepentingan rakyat lain itukah yang akan selesai dengan keributan pengesahan anggaran daerah?

Saat partai politik bukan lagi menjadi wadah dan sarana pencerdasan politik dalam berdemokrasi melainkan ajang beradu mencari massa pendukung pucuk pimpinan partai. Pencerdasan politik seperti apa yang ingin didedikasikan oleh partai? Pencerdasan bahwa berdemokrasi adalah mengutamakan ego pribadi dan kelompok, berdemokrasi adalah mengambil keputusan sepihak tanpa musyawarah mufakat atau berdemokrasi adalah menjatuhkan lawan dengan fitnah.

Jangan salahkan kami rakyat yang meneladani para pemimpinnya. Jangan salahkan kami rakyat yang hanya menonton kepentingan kami yang katanya sedang diperjuangkan para wakil rakyat. Jangan salahkan kami jika kami gagal berdemokrasi karena kami sungguh tidak tahu apa itu partai politik, demokrasi, legislatif dan eksekutif. Yang kami tahu mereka hanya ribut dan berebut.

Dari kami,

rakyat yang kalut dan takut tentang masa depan Indonesia yang tengah berkabut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline