HAM dalam konstitusi modern bersifat universal dan tidak dapat dicabut, serta menuntut negara untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak tersebut. Negara juga berkewajiban menyeimbangkan antara hak individu dan kepentingan umum. Melalui peran lembaga seperti Mahkamah Konstitusi, HAM ditegakkan dan undang-undang yang melanggar hak-hak ini dapat diuji dan dibatalkan
Kesimpulannya, Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konstitusi modern merupakan hak-hak mendasar yang melekat pada setiap individu dan dijamin oleh konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara. HAM bersifat universal, tidak dapat dicabut, dan mencakup berbagai hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Konstitusi modern memastikan perlindungan terhadap hak-hak ini dengan menempatkan kewajiban negara untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi HAM.
Konstitusi modern juga menekankan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi, yang melindungi setiap individu dari perlakuan tidak adil berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau status lainnya. Negara memiliki kewajiban untuk menyeimbangkan antara hak individu dan kepentingan umum, serta memastikan bahwa hak-hak tersebut dihormati dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal penegakan HAM, Mahkamah Konstitusi memainkan peran penting dengan memastikan bahwa undang-undang yang ada tidak bertentangan dengan jaminan HAM dalam konstitusi. Dengan demikian, HAM dalam konstitusi modern menjadi dasar dari sistem demokrasi dan penegakan keadilan yang berfokus pada perlindungan martabat manusia dan kebebasan individu.
Konstitutionalisme, adalah sebuah paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.2 Dalam pengertian yang jauh lebih luas jangkauannya, menurut Soetandyo, ide konstitusi disebutnya sebagai konstitutionalisme, dan digambarkan bahwa paradigma hukum perundang-undangan sebagai penjamin kebebasan dan hak -- yaitu dengan cara membatasi secara tegas dan jelas mana kekuasaan yang terbilang kewenangan (dan mana pula yang apabila tidak demikian harus dibilang sebagai kesewenang-wenangan) -- inilah yang di dalam konsep moral dan metayuridisnya disebut "konstitutionalisme".
Selain dalam bentuknya yang tertulis, konstitusi-konstitusi modern di dunia, ditandai, salah satunya oleh penegasan atau pengaturan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia.4 Konstitusi-konstitusi yang mengadopsi prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia, setidaknya telah mendorong pada suatu idealitas sistem politik (ketatanegaraan) yang bertanggung jawab pada rakyatnya, karena menegaskannya dalam hukum dasar atau tertinggi di suatu negara. Di sinilah sesungguhnya konteks relasi negara-rakyat diuji, tidak hanya dalam bentuknya yang termaterialkan dalam konstitusi sebuah negara, tetapi bagaimana negara mengimplementasikan tanggung jawabnya atas penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia
Indonesia yang memiliki konsepsi hak-hak asasi manusia dalam hukum dasarnya sejak tahun 1945, menunjukkan adanya corak konstitutionalisme yang dibangun dan terjadi konteksnya pada saat menginginkan kemerdekaan atau lepasnya dari penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain, atau bisa disebut memiliki corak konstitutionalisme yang anti kolonialisme.
Dalam Undang-Undang Dasar yang dibuat tahun 1945, telah dicantumkan hal tersebut dalam Pembukaan-nya
alinea 1, Alinea tersebut merupakan penanda, bahwa bangsa Indonesia sedang berkeinginan membawa rakyatnya terbebas dari segala bentuk penjajahan, dengan harapan lebih mengupayakan terciptanya sendi-sendi kemanusiaan dan keadilan. Konsepsi ini merupakan konsepsi awal, dimana penegasan hak-hak asasi manusia ditujukan tidak hanya bagi bangsa Indonesia yang saat itu baru merdeka, tetapi ditujukan untuk seluruh bangsa di dunia ini. Secara substansi, hak-hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi tertulis di Indonesia senantiasa mengalami perubahan seiring dengan konteks perubahan peta rezim politik yang berkuasa. Dari UUD, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945 dan kini UUD 1945 Pasca Amandemen. Berdasarkan dinamika dan perkembangan atas perubahan konstitusi tertulis di Indonesia, khususnya yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia, maka sangat penting dikaji dalam hubungannya memahami konstruksi hukum tanggung jawab negara dalam pelaksanaannya.
Hak asasi manusia memiliki prinsip-prinsip utama dan menjadikannya sebagai bagian penting dalam kehidupan umat manusia. Ada delapan prinsip hak asasi manusia, 7 yakni:
Pertama, prinsip universalitas. Prinsip universalitas adalah prinsip yang dimiliki dalam nilainilai etik dan moral yang tersebar di seluruh wilayah di dunia, dan pemerintah termasuk masyarakatnya harus mengakui dan menyokong hak-hak asasi manusia. Ini menunjukkan bahwa hak-hak asasi manusia itu ada dan harus dihormati oleh seluruh umat manusia di dunia manapun, tidak tergantung pada wilayah atau bangsa tertentu. Ia berlaku menyeluruh sebagai kodrat lahiriah setiap manusia. Universalitas hak-hak asasi manusia, pada kenyataannya, masih juga tidak sepenuhnya diterima oleh negara-negara tertentu yang menolak kehadiran prinsip universalitas.