Lihat ke Halaman Asli

Gunakan Kekuasaan, Pengamat Asing Bongkar Kecenderungan Politik Otoriter Jokowi

Diperbarui: 13 November 2018   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto - INT

Merakyat. Kata tersebut selalu dilekatkan oleh tim kreatif kampanye Joko Widodo. Betulkah istilah tersebut benar-benar melekat pada diri seorang calon presiden petahana tersebut?

Media sebagai sarana otokritik untuk mengupas fenomena secara tajam dan kritis, nampaknya tidak benar-benar menjalankan perannya. Hal tersebut, dapat dilihat dari realitas media mainstream (arus utama) malah sibuk jadi pencitraan rezim.

Tumpulnya daya kritik media sebagai sosial kontrol sosial politik, akhirnya menjerumuskan diri kedalam lumpur media partisan.

Pertanyaannya kemudian, seberapa kuat pencitraan Jokowi dengan model pencitraan akan berhasil? Salah seorang pengamat media, Yons Achmad menyebut narasi Jokowi akan patah dan mudah dipatahkan. 

Para perancang pencitraan presiden mungkin bekerja siang malam. Mencitrakan tuan presiden yang sederhana dan merakyat. Tapi, kalau sampai "Overdosis", yang terjadi justru sebaliknya. Bisa menjadi pukulan balik.

Apa gunanya citra merakyat dan sederhana. Suka blusukan di sawah, sementara beras masih impor, BBM terus naik, listrik terus naik, sementara daya beli masyarakat tak pernah ada usaha perbaikan menjadi lebih baik? 

Pengamat Asing Membongkar Skenario Otoriter Jokowi 

Model pemerintahan Joko Widodo dinilai banyak bertolakbelakang dengan pencitraannya. Hal tersebut, bisa dilihat dari publikasi dan artikel yang membongkar siasat buruk Joko Widodo.

Matthew Busch dalam artikelnya berjudul Jokowi's Panicky Politics yang ditulis di laman Majalah Public Affairs, tekanan politik untuk mempertahankan kekuasaan membuat Joko Widodo berubah menjadi seorang pemimpin yang menggunakan bebagai instrumen negara untuk menghabisi lawan politiknya.

Para pengamat asing menunjuk tindakan menggunakan instrumen hukum untuk  menekan lawan politik, membubarkan HTI melalui peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu), pembubaran berbagai aksi gerakan #2019GantiPresiden, dan pelibatan kembali militer dalam  politik  sebagai  indikator perubahan arah dan gaya  pemerintahan Jokowi. 

Eve Warburton dan Edward Aspinall dalam artikel berjudul "Indonesian democracy: from stagnation to regression menulis Joko Widodo terbukti menjadi pemimpin yang tidak sabar dan reaktif. Dia dengan mudah tersentak oleh ancaman politik untuk mempertahankan posisi politiknya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline