"Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat". (Winston Chuchill)
Saya terinspirasi mengutip Winston Chuncill, salah satu ahli strategi dan politisi terkemuka asal Inggris, mengawali catatan saya. Mengingat hal tersebut konteks dengan kondisi kebangsaan hari ini, sadar atau tidak sadar kondisi sosial masyarakat mengalami divided society (masyarakat terbagi) antara golongan yang menginginkan Joko Widodo memimpin dua periode dan golongan yang menginginkan kepemimpinan baru yang terasosiasi secara alamiah menjadi semangat #2019GantiPresiden.
Ganti Presiden atau tidak? hal tersebut adalah hak konstitusional tiap individu yang dilindungi dalam undang-undang dalam menentukan hak politik dan kebebasan berekspresi.
Satu yang pasti gerakan #2019GantiPresiden terlepas memiliki plus minus. Akan tetapi, gerakan tesebut sebagai tanda semakin membaiknya proses demokrasi masyarakat. Melalui kepedulian akan situasi bangsa hari ini, dan kesadaran menyatakan hak politik dengan menginginkan kepemimpinan baru secara konstitusional.
Nah, apakah kondisi petahana sudah jelas kalah dengan munculnya gerakan tersbut? belum tentu kalah. Akan tetapi, peluang kalah sangat terbuka lebar jika gelombang masyarakat semakin tak terbendung.
Pasalnya, pemerintah dinilai gagal meyakinkan dan menunjukkan kinerja yang baik dalam menciptakan situasi politik, hukum dan ekonomi yang baik dan kondusif dalam empat tahun era kepemimpinannya.
Pemerintah dalam hal ini, dikendalikan presiden Joko Widodo seringkali melakukan kesalahan fatal yakni dengan seringnnya mengeluarkan pernyataan yang kontradiktif dengan kenyataan sebenarnya.
Terakhir, masyarakat dibuat gaduh dengan penanganan kasus terorisme yakni BIN dan Polri dianggap kurang maksimal dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme. Alih-alih mengevaluasi BIN dan Polri, presiden justru mengeluarkan statement bahwa kegagalan hari ini akibat belum disahkannya RUU Terorisme. Entah sadar atau tidak tahu, bahwa sebenarnya yang sering membatalkan jadwal pembahasan RUU adalah dari pihaknya bukan dari DPR (baca: Ketua DPR: Pemerintah yang Minta Tunda Pengesahan RUU Terorisme).
Diketahui, RUU Terorisme merupakan Undang-undang nomor 15tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo beberkan RUU Terorisme sudah hampir final di DPR. Akan tetapi, pihak pemerintah lah yang minta tunda karena belum adanya kesepakatan soal definisi terorisme.
Hal ini, semakin meyakinkan publik bahwa kemampuan manajerial dan kordinasi antar lembaga pemerintah dibawah kepemimpinan Joko Widodo perlu dipertanyakan. Belum lagi kapasitas jajaran menteri yang sering mengeluarkan statement gaduh dan tidak proporsional yang tidak jarang menuai kecaman publik.
Sementara di sektor ekonomi, pemerintah juga dianggap gagal menyusul semakin melemahnya nilai rupiah. Juga dibuktikan dengan data BPS tahun 2017 terjadi kenaikan jumlah pengangguran sebanyak 10.000 orang (baca: Agustus 2017, Jumlah Pengangguran Naik Menjadi 7,04 Juta Orang). Sungguh realitas yang sangat berbanding terbalik, ditengah digembor-gemborkannya investasi yang meningkat. Lalu sebenarnya investasi untuk siapa?