Lihat ke Halaman Asli

Nuruddin Azmi

Papah Hani

Panas Terik

Diperbarui: 14 Februari 2022   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Waktu setengah lima sore, namun panasnya bagaikan tengah hari terik.
Menyengat punggung jalanan.
Hawanya merambat di kulitku.

Kuhirup lintingan tembakau pelan.
Duduk menghadap jendela rumah.
Sembari menunggu tiupan angin yang enggan menari.

Sesekali kulihat gelembung di permukaan air sungai yang keruh itu.
Terlihat samar oleh mata rabunku ikan saluang baras, sepat dan julung-julung berenang riang kesana kemari.
Mereka seperti tidak terganggu oleh gerombolan plastik berlumut yang mengapung di dekatnya.

Aku tertegun menyaksikan pemandangan itu.
Jawaban atas pertanyaan batinku dari kemarin.

Mereka, para ikan tidak terganggu oleh sampah.
Mereka tidak menjadi sampah.
Mereka tetap menjadi ikan.
Mereka sukses menjadi ikan yang sejati.

Tidak ada yang protes kenapa mereka bentuknya seperti itu, berenang dengan riang.
Karena mereka ikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline