Disusunnya Rancangan undang-undang kesejahteraan ibu dan anak (RUU KIA) menjadi angin segar bagi perkembangan kualitas kesejahteraan mental. Kesejahteraan mental dapat diartikan sebagai suatu keadaan sejahtera dimana setiap individu menyadari potensi yang dimiliki, dapat mengatasi tekanan-tekanan yang terjadi dalam hidup, dapat bekerja secara produktif dan sukses, serta mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya (Ozario, 2011).
Seseorang yang mengalami gangguan kesehatan mental dapat menyebabkan kerugian ekonomi negara akibat hilangnya produktivitas serta menjadi beban ekonomi dan biaya kesehatan bagi keluarga yang menanggung serta negara (Anna, 2013).
Kondisi kesejahteraan keluarga menjadi perhatian pemerintah yang dituangkan dalam rancangan undang-undang kesejahteraan ibu dan anak. Selain kesejahteraan ibu dan anak, kesejahteraan seorang suami atau ayah mendapat perhatian khusus dari pemerintah dengan diaturnya hak suami atau ayah dalam RUU KIA, meskipun peraturan-peraturan terdahulu telah mengatur mengenai hal tersebut.
Dalam RUU tersebut seorang Suami/Ayah berhak mendapatkan hak cuti pendampingan ketika istrinya melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari dan paling lama 7 (tujuh) hari jika istrinya mengalami keguguran kandungan (DPR RI, 2022).
Jumlah hak cuti suami tersebut jauh melebihi hak cuti bagi pekerja atau buruh yang diatur dalam Pasal 93 ayat (2) dan (4) Undang-undang nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan yaitu sebanyak 2 hari.
Beberapa negara lain sudah menerapkan hak cuti bagi ayah dengan jumlah hari yang terbilang banyak. Estonia memberi jatah cuti kepada ayah selama 85 minggu, Hungaria 72 minggu, Bulgaria 65 minggu, Lithuania 62 minggu, Slovakia 54 minggu.
Di Asia, Jepang menjadi negara yang paling banyak memberikan hak cuti ayah yaitu selama 36 minggu (Chzhen et al., 2019). Bukan tanpa sebab, hak cuti bagi ayah tersebut diberikan mengingat periode pasca melahirkan (postpartum) menjadi satu periode krusial dalam kehidupan sebuah keluarga. Perubahan besar harus dijalani oleh sebuah keluarga yang baru saja memiliki anak.
Seorang ibu yang baru saja melahirkan mengalami berbagai perubahan. Berbagai penyesuaian perlu dilakukan oleh seorang ibu untuk dapat menjalani kehidupannya.
Hal ini yang kemudian dapat mempengaruhi kondisi mental atau psikis seorang ibu pasca melahirkan. Terdapat satu kondisi psikologis yang dapat dialami seorang ibu pasca melahirkan yaitu postpartum depression atau dikenal juga dengan depresi postnatal.
Postpartum depression merupakan sebuah kondisi dimana ibu yang baru saja melahirkan mengalami perubahan mood yang merefleksikan disregulasi psikologikal dan menjadi tanda dari gejala-gejala depresi mayor yang berlangsung selama tujuh hari hingga satu tahun setelah kelahiran bayi(Kurniati, 2019). Kondisi tersebut pada kenyataannya tidak hanya dapat dialami oleh seorang ibu tetapi juga seorang ayah yang baru saja memiliki anak.
Paulson & Bazemore (2010) menjelaskan bahwa depresi postnatal dapat dialami oleh 5-10% ayah yang baru saya memiliki anak. Meskipun telah banyak studi yang meneliti mengenai kasus depresi postpartum pada ayah, namun jumlahnya belum sebanyak studi mengenai depresi postpartum pada ibu (Paulson & Bazemore, 2010).