Kami berjalan ke Auditorium utama Peoples Friendship University of Russia. Kami selalu menyukai musim semi Moscow yang sejuk. Meski Sabtu sore ini hujan gerimis, ratusan tamu lainnya juga datang dengan sedikit basah, tapi tidak apa karena ini hari istimewa. Di sinilah tempat yang mendorong rasa bangga sebagai Mahasiswa Indonesia sekian bertambah.
Lalu kami melihat sekelompok di kejauhan, atau lebih tepatnya panitia. Itu adalah Garin, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Moscow bersama Aidil. Garin dan Aidil adalah mahasiswa bidang kereta api asal Kalimantan Timur yang senang bermusik dan bernyanyi, malam ini, dalam konser seni bertajuk “Pelita Cinta Nusantara, from Indonesia to The World” mereka akan berjuang memberikan yang terbaik. “Selamat datang Kak,” sambut mereka.
Dalam acara ini, ratusan mahasiswa Indonesia dari berbagai universitas di Moscow berkolaborasi dengan mahasiswa Kalimantan Timur bidang kereta api. Di hadapan Duta Besar, Mr. Mohamad Wahid Supriyadi, Gubernur Kalimantan Timur Drs. H. Awang Faroek Ishak, M.M, para akademisi universitas di Rusia termasuk kalangan Mahasiswa dan masyarakat seluruh bangsa yang beruntung mendapatkan tiket, mahasiswa Indonesia di Moscow menjadi bagian tim yang saling mendukung.
Senja matahari bersinar seperti jeruk mandarin, sedikit membuat kami lelah. Kami melangkah ke dalam gedung, seketika semua orang berkerumun lalu kami bisa melihat senyum kagum pengunjung di wajahnya.
Itu adalah pertunjukan musik gamelan dari Prof. Dr. H. Andrik Purwasito. Beliau juga dalang di acara nanti. Para mahasiswa internasional duduk manis di hadapannya. Lalu perhatian beralih kepada gadis pembawa sasando. Ia adalah Tiara R. Pingak. Di antara tenda pameran dan bazar produk Indonesia, sebagian pengunjung mulai merekam nada musik Nusa Tenggara Timur ini.
Pelita Cinta Nusantara
Acara dimulai pukul 17 lebih sekian. Pembawa acara sudah di panggung, mereka adalah sepasang warga negara Rusia.
Sita menatap dengan heran pada saya yang sama menggeleng. Ia mengatakan, dengan nada berbisik, "Pembawa acaranya ada dua, orang Rusia, pake bahasa apa yah?" Saya melihat panggung lagi, bahkan lebih fokus, mendengarkan dan menjawab dengan berbisik, "Tuh kan, pembawa acaranya pakai Bahasa Indonesia dan Rusia. Fasih juga yah!" jawabku.
Usai sudah lagu Indonesia Raya dan sambutan-sambutan, kemudian pembawa acara diambil alih oleh Prof. Purwasito. Beliau adalah dalang dengan gelar dari Paris. Kisah dimulai dengan dongeng tentang seorang Eropa pertama yang tiba di Pulau Papua, Nicholas Miklouho-Maclay, dia dikenal sebagai penjelajah, ethnolog, anthropolog dan ahli biologi berasal dari Rusia. Pada 1870 hingga 15 tahun lamanya, dia belajar masyarakat asli Indonesia, Melayu, Polinesia dan Micronesia. Catatan perjalanannya menuju Papua inilah yang menjadi inti cerita.
Konsep kisahnya tidak biasa. Pelita Cinta Nusantara mendeskripsikan Indonesia melalui tarian dan musik yang ada.
Kisah Nicholas Maclay di mulai dari semenanjung Sumatera dengan tarian Melayu dan Tarian Sufistik Timur tengah oleh mahasiswa Turki. Di Pulau Jawa kita diajak berkenalan dengan music pop oleh Igor serta tarian Jaipong oleh Katya Makanina. Perjalanan berlanjut dengan penampilan Wayang kulit dan Reog Ponorogo. Dalam hal menampilkan penduduk multi bangsa di Pulau Jawa ditampilkan pula tarian Armenia, tarian Srilanka dan kolaborasi Igor dengan Garin.
Sebelum kapal berlayar ke timur, semua kepala di auditorium ini dibuat mendayu-dayu oleh tarian dan alat musik Kalimantan lalu berlanjut suara merdu Aidil bersanding petikan sasando dalam Rayuan Pulau Kelapa versi Bahasa Rusia. Tibalah di pulau bali, musik tua Jangi Janger terdengar, kemudian tarian Komodo dan musik sasando mengikuti.
Sampailah Nicholas Maclay di Maluku, dengan ukulele di pinggang. Enam orang mahasiswa Rusia menyanyikan lagu berbahasa Indonesia, dilanjutkan mahasiswa Peru menari dengan campuran Latin dan Spanyol yang kental. Dari sinilah Trivia Maluku yang berasa campuran Eropa dimulai. Putra-putri Ambon memang manis, mereka menaiki panggung dengan tarian penyambutan ala Maluku hingga tari lompat bambu dari Kota Manise.