Lihat ke Halaman Asli

Jika Ada yang Mensejahterakan, Kenapa Tidak Memilihnya?

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sejak tahun 2009 masyarakat dijanjikan mendapatkan pendidikan gratis untuk tingkat SD dan SMP. Hal ini tentu menjadi kabar gembira terlebih bagi masyarakat menengah ke bawah karenasetidaknya mereka bisa merenda angan: anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan minimal hingga kelas IX atau tamat SMP. Tetapi masyarakat pun kembali harus kecewa ketika faktanya janji itu berlaku untuk sekolah negeri saja. Sementara bagi anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri terpaksa harus bersekolah di sekolah swasta yang tentunya membutuhkan biaya cukup banyak. Mulai dari uang masuk, uang seragam, uang SPP, buku, sampai biaya ekstrakurikuler dan lain sebagainya.

Barangkalikita termasuk salah satu yang pernah berpikir bahwa keberadaan sekolah gratis merupakan suatu hal yang bagus. Disatu sisi mungkin benar adanya, masih mending ada yang gratis dari pada tidak sama sekali. Tapi di sisi lain jika berbicara soal kualitas yang baik dengan biaya murah bahkan gratis, dalam sistem kapitalis adalah hal mustahil. Karena prinsip tersebut jelas bertentangan dengan ideologi Kapitalisme yang diadopsi. Dimana ia ‘mengharamkan’ peran negara yang terlalu jauh dalam menangani urusan-urusan masyarakat. Negara/pemerintah dibuat tidak mampu membiayai penyelenggaraan urusan masyarakat. Kapitalisme menetapkan sumber-sumber kakayaan tidak boleh dikelola negara, tetapi harus diserahkan kepada swasta.Walhasil negara tidak memiliki sumber pendapatan yang bisa membuat negara mampu membiayai berbagai urusan masyarakat, termasuk pendidikan.Dengan demikian jika masyarakat tetap menghendaki negara menanggung biaya pendidikan, maka konsekuensinya masyarakat pun harus siap menanggung beban berat dalam bentuk pungutan pajak yang tinggi.

Dari segi kebijakannya kapitalisme sudah terbukti gagal mensejahterakan masyarakat, bahkan kata “keadilan” sepertinya hanya ditujukan kepada orang-orang bermodal saja. Lalu adakah kebijakan yang dapat mensejahterakan dan berlaku adil terhadap semua lapisan masyarakat? Perjalanan histori hampir 13 abad di bawah aturan Islam telah menjawab problematika masyarakat saat ini. Dalam Ideologi Islam, negara ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan urusan-urusan masyarakat, diantaranya adalah pendidikan. Bahkan islam pun menetapkan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan masyarakat secara umum yang pemenuhannya menjadi kewajiban negara secara gratis. Hal ini dapat diupayakan dari penetapan barang-barang tambang dan kekayaan alam lainnya (yang merupakan milik rakyat) yang pengelolaannya diwakilkan kepada negara kemudian seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Atas ketentuan tersebut, negara akan selalu memiliki dana yang cukup untuk membiayai pendidikan seluruh rakyatnya dengan cuma-cuma/gratis, namun tetap berkualitas.Terlihat jauh perbedaan antara pengaturan kapitalisme dengan pengaturan Islam. Jika Islam mampu mensejahterakan, kenapa kita tidak memilihnya? Wallahualam bishawab. (Aini)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline