Lihat ke Halaman Asli

Azmi_ Nawawi

Mahasiswa Sastra

Antara Pendidikan Tersier dan Bisakah Indonesia Emas 2045 ?

Diperbarui: 25 Juni 2024   15:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dok. Madrasah Aliyah Al-Fakhriyah 

Dalam upaya untuk menciptakan SDM unggul yang pintar, kreatif, jujur, dan bisa bersaing dalam mencapai visi Indonesia Emas tahun 2045, pemerintah telah menetapkan Anggaran Pendidikan senilai 3,11 Triliun pada september 2023. Meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, masih ada banyak masalah yang belum diselesaikan. Pada dasarnya, pendidikan di Indonesia masih menghadapi banyak masalah yang perlu diperbaiki dan diperhatikan dari waktu ke waktu. Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan bentuk geografi yang luas, menyebabkan timbulnya ketidakmerataan pendidikan. 

Sebelumnya, Dilansir dari Detik.com pernyataan bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education (Pendidikan Tersier) disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie. Pernyataan ini dalam rangka menanggapi polemik tingginya UKT. 

"Pendidikan tinggi adalah tertiary education, jadi bukan wajib belajar. Artinya, tidak seluruhnya lulusan SLTA/SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Itu sifatnya adalah pilihan," kata Tjitjik.

 Pernyataan tersebut tidak merepresentasikan atau tidak selaras dengan visi Indonesia Emas 2045.
Seperti yang diketahui indonesia mempunya Visi Indonesia Emas 2045 dalam proses mencapai visi tersebut kita memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni (unggul)  untuk dapat mencapai visi tersebut. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan, tingkat pendidikan mayoritas penduduk Indonesia telah mencapai wajib belajar 12 tahun dengan capaian persentase 97,83% lulusan SD/sederajat, kemudian lulusan SMP/sederajat dengan capaian 90,44%, dan lulusan SMA/sederajat 66,79%, sedangkan lulusan perguruan tinggi dengan persentase 31,45%. kita bisa melihat terjadi ketimpangan atau ketidakmerataannya pendidikan di Indonesia. Lantas bisakah Indonesia mencapai Visi indonesia emas 2045?  

Beberapa faktor yang menjadi penyebab ketidakmerataan pendidikan di Indonesia secara umum yaitu: 

Pertama, Aksesibilitas. seperti yang disebutkan di atas, faktor geografis mempengaruhi kesenjangan dalam dunia pendidikan. Ini karena banyak wilayah terpencil Indonesia masih belum memiliki akses ke fasilitas pendidikan formal yang memadai. 

Kedua, kualitas pengajaran. Meskipun sekolah sudah tersedia wilayah di Indonesia, kualitas pengajaran tidak selalu konsisten. Sering kali terjadi di daerah terpencil kekurangan guru, serta kurikulum yang digunakan tidak relevan dengan kurikulum yang sudah ditetapkan. 

Ketiga, ketimpangan ekonomi. Indonesia masih dikategorikan sebagai negara yang berkembang. Ini terlihat dalam situasi seperti sekolah yang masih berbayar, pengangguran yang meningkat setiap tahun, lapangan pekerjaan yang sulit ditemukan, dan banyak masyarakat yang hidup di bawah standar ekonomi. 

Meskipun pemerintah telah menyediakan berbagai program seperti sekolah gratis, beasiswa, dan sebagainya, ketimpangan pendidikan masih saja terjadi karena belum meratanya bantuan yang diberikan. Bahkan bantuan yang diberikan pemerintah, tak jarang mengalami pemotongan berkala hingga akhirnya sampai kepada yang bersangkutan tidak sesuai dengan jumlah yang diberikan sebenarnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline