Kemana mata memandang, hanya kerlipan hewan mungil kuning bercahaya, diatas hamparan sawah, di tubuh air sungai mengalir, dan jalan berbatu desa. Meski tak terang sekal, Tapi cukup mwnerangi, sampai tak ada yang terlalu peduli, apa langit diatas desa kami masih bertebaran bintang bersinar atau tidak, apalagi kehadiran bulan, sudah tak dianggap penting lagi.
Sudah beberapa waktu, warga kampung kami, mengabaikan purnama. Siapa masih perlu cahaya lagi, bila kunang kunang yang kami punya, sudah begitu amat banyaknya ?.
Ini adalah bulan ketiga belas purnama Tanpa bulan sungguhan di desa kami. Biasanya di malam seperti ini, ribuan Kunang Kunang berkumpul, menari berputar. Membentuk durian raksasa menggantung di kaki Langit, bercahaya menyilaukan, mirip bulan mini imitasi. Semua senang, merasa terhibur dan tersanjung melihat cahaya istimewa itu.
Begitu bagusnya , bulan kunang kunang di desa kami menyerupai rembulan, sampai tak ada yang sadar, bulan sudah tiga belas purnama, tak nampak di desa kami saat purnama.
Gadis-gadis bingung tak datang bulan. Para pemuda lesu, pujaan hatinya, sering ngambek dan bad mood tanpa jefa. Entah kenapa gadis seisi desa pada uring-uringan panjang tanpa sebab. Makin dirayu bukan makin sembuh, justru semakin parah ngamuknya?!.
Belum lagi, para istri, ibu-ibu petani yang biasanya ramah membiarkan suaminya menggarap sawah di kamarnya, saat bulan gelap. Sekarang kompak menolak melayani lembur malam .
Para Suami pusing, Petani yang rajin mencangkuli Sawah siang malam pun menjadi malas-malasan. Pada susah tidur sering berkumpul di pos ronda menghabiskan malam tak berujung. Mengeluhkan tentang sawah-sawah malamnya yang tak tergarap baik.
Akibatnya, di pagi hari badan mereka lemah lunglai, dan kurang bergairah karena begadang berbulan-bulan. Sawah jadi kurang terurus, meski masih hijau menghampar, tikus, belalang, wereng mulai kelihatan menggerogoti diam-diam. Burung hantu pemburu pun pada malas berburu. Aneh?!.
Para lelaki yang biasanya rajin jadi lebih malas lagi. Gara-gara bulan purnama tak muncuk lagi di desa kami. Kunang kunang malah makin banyak memenuhi langit desa kami.
Tak ada yang sadar perubahan ekstrim di desa kami, kecuali tetua desa kami, bahwa bulan purnama sudah lama menghilang. Usianya bukan sepuh lagi, bukan seratus tahun tapi sudah 377 tahun dia hidup, Namanya Ki Gerhana.
Hidup sebatang kara, dibatas desa dan Hutan Tutupan sana. sudah tidak doyan makan nasi dan lauk. Hanya makan sepiring kunang kunang hidup, seminggu sekali dan bunga tujuh rupa sesekali makan, buat cemilan. Sudah tidak minum kopi dunia. Hanya air murni dari mata air sungau kecil yang mengalir dari bukit Burangrang sana.