Lihat ke Halaman Asli

gurujiwa NUSANTARA

pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

Saat ke Borobudur, Aku Masuk Gerbang Candi, tapi Tersesat Zaman, Aduh! (1-3-Tamat)

Diperbarui: 19 Mei 2021   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahadaya cahaya Borobudur Silam (gogootour.com) 

Kembang  kencur kacaryan hagung cinatur
Sedhet kang sarira, gandhes ing wiraga
Kewes yeng ngandika, hangengayut jiwa


Lamat-lamat terdengar di earphone Hape-ku,  alunan tembang "Ketawang Puspowarno " syair pujaan Raja Surokarto Mangkunegara IV yang kehilangan Istri tercinta Raden Ayu Semi, lalu diaransemen Ki Tjokrokrowarsito, direkam  pakar musik dunia asal AS, Prof. Robert E. Brown, kini di Gianyar, Bali  Saat dia  memimpin misi Voyager, bumi menyapa angkasa, tembang cinta sejati ini direkam dalam cakram Padat dari logam Emas murni,  diposisikan sebagai lagu pertama didepan karya Bethoven dan empu musik dunia lain, lalu dikirim.ke angkasa luas,  mencari kehidupan lain semacam di bumi. 

Tembang  Ketawang puspawarna yang berarti. Warna warni ke angkasa itu akhirnya benar -benar mengorbit keluar angkasa. Menyapa kehidupan lain ke semesta lain. Luar biasa nenek moyang kita. 

Dibawah bayang-bayang bayang Candi Borobudur, ada dua spanduk besar,  bertuliskan, "Wonderful Indonesia, Sound of Borobudur", "Borobudur pusat musik dunia !", wow pasti ada event besar dunia sebentar lagi di sini  pikirku. Sungguh kesempatan untuk mendapat foto bagus, menjelang senja, batinku. 

saat memasuki pelataran Candi Borobudur yang megah. Aku tidak masuk dari gerbang depan. Justru dari gerbang belakang yang sepi. 

Entah kenapa,  aku selalu diarahkan masuk wilayah yang aura gaibnya kuat,  justru lewat pintu belakang. Entah itu oleh juru kunci,  penduduk setempat,  maupun GPS -Global Positioning System- aplikasi Maps,  seperti saat ini.

Merinding juga, bulu-bulu.kudukku, agak berbeda rasanya suasana di Candi besar ini. Aku masih duduk ngopi gayo dari termos, di jok motor Kawasaki EN 400 cc kesayanganku.  Motor dua knalpot yang posturnya Mirip Harley Davidson klasik Dari jauh lengkap dengan perberkalan tenda, alat.masak di dua tas terpal hitam,  yang tersampir d kiri kanan jok belakang.

Aku parkir motor dibawah pohon gayam besar tua. Saat itu suasana amat sepi, tak ada penduduk, atau hewan sama. Sekali. Tidak juga kambing,  bahkan seekor ayam pun. Sungguh sore yang nikmat. Ransel kusandang semua di bahu. Juga perlengkapan kamera kusandang di tas khusus yang aman.
 

Suasana fikiran jadi segar, setelah dua tiga teguk yang menenangkan jiwa. Aku mulai melangkah maju.  Pada tiga langkah pertama,  mataku melihat ada dua batu kuno yang berbentuk lingga dan yoni mini. Simbol alat kelamin lelaki dan perempuan sepertinya,  yamg tergeletak,. Kecil saja,  tergeletak, terpisah.  

Karena sudah jadi hobiku, mengoleksi batu unik dari tiap tempat berkarisma yang kukunjungi. Saat itu,  aku merasa seperti menemukan permata, harta karun berharga. Kedua batu kecil,  sebesar cobek itu. Kusatukan,  bertumpuk. Lalu tasku,  kuturunkan sebentar, dan kedua barang langka yang pasti berharga itu,  kumasukkan dalam tas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline