Daniela dengan wajah sembabnya nan ayu masih menikmati secangkir kopi kintamani tubruk bikinanku. Kedai kopi Lerem, selalu jadi ramai. Manakala gadis berambut pirang dengan bola mata kuning tajam ala kucing ini mampir. Makhluk cantik ini membuat banyak pria pengunjung kedaiku jatuh cinta. Namun tak ada yang berani mendekati. Ada wibawa mistis menggetarkan yang membuat siapapun gentar mendekatinya, termasuk aku.
"Mas Tukimo kemarilah, duduk dekat disampingku. Aku mau cerita", pinta gadis berkulit putih dengan baju hitam sexy terbuka di wilayah terindah. Aku tergopoh, meletakkan celemek lalu duduk di kursi yang kugeser mepet padanya. Bau aroma wangi bunga surga tercium kuat dari rambutnya yang panjang bergelombang.
Hanya kepadaku, Daniela mengaku bahwa ia malaikat pencabut nyawa yang desersi. Melarikan diri dari tugasnya. Konsekuensinya. Kehilangan sepasang sayap yang kuat dan bisa membawanya turun naik langit dalam sekejap.kehilangan hak hidup abadinya. Kehilangan tempat hidup eksklusif di surga sana.
"Mas Tukimo, aku jatuh cinta sama kamu. Pingin hidup bersamamu memuja kopi di perbukitan Kintamani ini. Mas mau kan? ", pintanya lembut dengan suara penuh getaran kesungguhan. Aku tercekat, setelah belasan kali. Mampir, di waktu yang tak biasa..Daniela harus minum lima sampai tujuh cangkir sekaligus di Kedai kopi Lerem-ku, untuk membuang rasa muai dan mual tiap kali usai mencabut nyawa manusia sesuai tugasnya dari pemangku semesta.
Pada ruh penderira covid yang ke 666 dari 300 tahun cahaya masa tugasnya, Daniela sampai pada batasnya. Seorang balita cantik, Ismi, sedang. Lucu lucunya, tumpuan kesayangan keluarga besar. Cucu pertama yang jadi kembang puja keluarga itu. Sekali itu, Daniela mencabut nyawanya dengan meneteskan airmata. Bahkan meraung pedih. Histeris.
Setelah kehilangan segala kemampuan istimewanya karena tak kunjung kembali ke swargaloka. Lalu Daniela sembunyi di gubuk paviliun kedaiku, tempat istirahat tamu tamu jauh yang butuh tetirah.
"Mau kau jadi istriku, aku cuma barista pecundang, lajang jomblo miskin cinta dan tak romantis ini? ", pintaku seperti meluncur di danau es ketakpastian. Mata Daniela terbelalak bahagia mendengar permintaan suciku.
Lalu kami berciuman lekat, lengket dan melambungkan angan begitu tinggi. Takdirku hanya manusia biasa tapi beruntung, bisa bercinta dengan pensiunan malaikat sungguh hidup sempurna.
"Mas, apakah kamu mau punya anak dariku, setengah manusia, setengah pencabut nyawa ?", tanya Daniela saat di pembaringan cinta kami. Aku mengangguk keras. Tak takut, kalaupun kami melahirkan generasi baru pencabut nyawa. Lalu pada suatu hari mereka mengambil harta paling berharga kami, yaitu nyawa. Atas nama cinta, kami rela.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H